Bagaimana kondisi kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa reformasi?
Perkembangan sosial pada masa reformasi, kondisi ekonomi pada masa reformasi, bagaimana
kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia sejak reformasi hingga sekarang ini. Jelaskan
kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa reformasi? Gambarkan keadaan
sosial ekonomi Indonesia pada awal reformasi! Bagaimana keadaan sosial ekonomi
penduduk Indonesia saat ini? Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat
nusantara pada awal masa sejarah?
Langsung saja yuk, kita cek di bawah ini artikelnya. Selamat membaca dan
semoga bermanfaat...!!!
Kondisi
Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Berbagai Daerah Sejak Reformasi - Tuntutan
reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan
yang lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah disalahgunakan
oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin mudah terjadi dan
sering kali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat yang
kacau akibat lemahnya hukum dan perekonomian yang tidak segera kunjung membaik
menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat. Beberapa konflik
sosial yang terjadi pada era reformasi berlangsung di beberapa wilayah, antara
lain sebagai berikut :
1. Kalimantan Barat
Foto: Kantor Gubernur Kalimantan Barat |
Konflik
sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan
Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia,
Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang kemudian dihakimi hingga tewas
pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura,
sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang
beredar di masyarakat menyebabkan penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan
dihuni etnis Madura melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak
segala sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam
antaretnis tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat.
Pemerintah berusaha men- damaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh masyarakat
dari masing-masing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat
Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan
secara damai.
2. Kalimantan Tengah
Foto: Kantor Gubernur Kalimantan Tengah |
Konflik
sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi juga di Kalimantan Tengah. Pada
tanggal 18 Februari 2001 pecah konflik antara etnis Madura dan Dayak. Konflik
itu diawali dengan terjadinya pertikaian perorangan antaretnis di Kalimantan
Tengah. Ribuan rumah dan ratusan nyawa melayang sia-sia akibat pertikaian antaretnis
tersebut. Sebagian pengungsi dari etnis Madura yang diangkut dari Sampit untuk
kembali ke kampung halamannya di Madura ternyata juga menimbulkan masalah di
kemudian hari. Kondisi Pulau Madura yang kurang menguntungkan menyebabkan
sebagian warganya menolak kedatangan para pengungsi itu. Sampai sekarang pun
pengungsi Sampit masih menjadi masalah pemerintah.
3. Sulawesi Tengah
Propinsi Sulawesi Tengah |
Konflik
sosial di Sulawesi Tengah tepatnya di daerah Poso berkembang menjadi konflik
antaragama. Kejadian bermula dipicu oleh perkelahian antara Roy Luntu
Bisalembah (Kristen) yang kebetulan sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam) di
dekat Masjid Darussalam pada tanggal 26 Desember 1998. Entah isu apa yang
berkembang di masyarakat perkelahian dua orang berbeda agama itu berkembang
menjadi ketegangan antaragama di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik tersebut juga
menyebabkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur.
Puluhan,
bahkan ratusan nyawa melayang akibat konflik tersebut. Konflik sempat mereda,
tetapi masuknya beberapa orang asing ke daerah konflik tersebut menyebabkan
ketegangan dan kerusuhan terjadi lagi. Beberapa dialog digelar untuk meredakan
konflik tersebut, seperti pertemuan Malino yang dilakukan pada tanggal 19–20
Desember 2001.
4. Maluku
Maluku |
Konflik
sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian diawali
dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan kota pada
tanggal 19 Januari 1999. Namun, seperti konflik yang terjadi di wilayah
Indonesia lainnya, tanpa tahu isu apa yang beredar di masyarakat, terjadi
ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan disertai
pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas
dengan pembakaran dan perusakan gereja.
Konflik
meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula antaragama
berkembang menjadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25
April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan mengibarkan bendera Republik
Maluku Selatan (RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut
menimbulkan korban. Mereka gigih mempertahankannya. Sampai sekarang konflik
Maluku itu belum dapat diatasi dengan tuntas. Dari beberapa kejadian itu
terlihat betapa di era reformasi terjadi pergeseran pelaku kekerasan.
Di
era orde baru, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh oknum ABRI daripada warga
sipil. Namun, pada era reformasi kekerasan justru diperlihatkan oleh sesama
warga sipil. Masyarakat makin beringas dan hukum seperti tidak ada. Banyak
kejadian kriminal yang pelakunya tertangkap basah langsung dihakimi bahkan
sampai meninggal oleh masyarakat. Kinerja para penegak hukum sepertinya sudah
tidak dapat dipercaya lagi. Masyarakat sudah muak melihat berbagai kasus besar
yang melibatkan pejabat negara dan oknum militer tidak tertangani sampai tuntas
meskipun mereka dinyatakan bersalah.
Sedangkan
mengenai masalah ekonomi, selama masa tiga bulan kekuasaan pemerintah B.J.
Habibie, ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti. Enam dari
tujuh bank yang telah dibekukan dan dilikuidasi pemerintah pada bulan Agustus
1998. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih tetap lemah di atas
Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Persediaan sembilan bahan pokok di
pasaran juga makin berkurang dan harganya meningkat cepat. Misalnya, pada bulan
Mei 1998, harga satu kilogram beras rata-rata Rp1.000,00, namun harga tersebut
sempat naik menjadi di atas Rp3.000,00 per kilogram pada bulan Agustus 1998.
Antrian
panjang masyarakat membeli beras dan minyak goreng mulai terlihat di berbagai
tempat. Oleh karena keadaan ekonomi yang parah menyebabkan rakyat Indonesia
melakukan segala tindakan untuk sekadar dapat mencukupi kebutuhan. Penjarahan
adalah pemandangan biasa yang dijumpai pada awal-awal pemerintahan Presiden
B.J. Habibie. Penjarahan mereka lakukan terhadap tempat- tempat yang dapat
membantu kelangsungan hidup. Kayu-kayu di hutan lindung mereka tebangi, tambak
udang dan ikan bandeng yang siap panen mereka sikat, lahan-lahan tidur milik
orang kaya terutama mantan para penguasa orde baru mereka tempati. Mereka dengan
mengatasnamakan rakyat kecil atau wong cilik melakukan tindakan itu semua.
Pemerintah
yang tidak berwibawa tidak mampu mengatasi semua itu. Aparat penegak hukum pun
tidak berkutik dibuatnya. Pemerintah Indonesia pun sebenarnya berusaha
memulihkan keadaan ekonomi nasional dengan menjalin kerja sama dengan Bank
Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, kebijaksanaan
ekonomi pemerintah Indonesia atas saran dua lembaga keuangan dunia malah
memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga keuangan dunia itu
menyarankan agar subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan telepon dicabut.
Akibatnya, terjadi kenaikan biaya pada ketiga sektor tersebut sehingga rakyat
makin terjepit. Atas desakan rakyat Indonesia, akhirnya pemerintah memutuskan
hubungan dengan dua lembaga keuangan pada masa pemerintahan Presiden Megawati
Sukarnoputri.
Para
pemilik bank (bankir) di Indonesia juga ikut memperburuk keadaan dengan membawa
lari dana penyehatan bank (dana BLBI) yang mereka terima. Maksud pemerintah sebenarnya
baik, yaitu ikut membantu menyehatkan bank akibat krisis keuangan yang menimpa.
Akan tetapi, mental mereka memang sudah rusak sehingga dana itu malah dipakai
untuk hal lain sehingga mereka tidak bisa mengembalikan. Sungguhpun begitu,
pemerintah tetap berusaha memulihkan keadaan ekonomi Indonesia. Segala cara
dilakukan agar rakyat segera terlepas dari krisis ini. Partisipasi dari setiap
warga negara sangat diharapkan untuk dapat segera memulihkan keadaan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur sesuai Pembukaan UUD 1945.
Demikianlah, pembahasan tentang Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Berbagai Daerah Sejak Reformasi. Mudah-mudahan bermanfaat, silahkan kunjungi artikel mimin yang lain,
yang gak kalah keren dan berkualitas. Terima kasih.
Artikel Terkait:
Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Berbagai Daerah Sejak Reformasi
Reviewed by Unknown
on
April 02, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: