Wahyu Pertama Kali Turun |
Pada masa itu,
Nabi ﷺ telah memasuki usia yang keempat puluh. Beliau berkhalwat di dalam gua
Hira sendirian, merenungi tentang alam semesta dan penciptanya. Ibadah beliau
di dalam gua itu menghabiskan beberapa malam hingga apabila perbekalannya telah
habis, beliau pulang ke rumah dan mengambil perbekalan untuk malam-malam
berikutnya. Dan di siang hari pada hari senin bulan Ramadhan, beliau didatangi
malaikat Jibril secara tiba-tiba untuk pertama kalinya di dalam gua Hira.
Imam
Al-Bukhari telah menukilkan dalam kitab shahihnya, dari Aisyah berkata,
“Pertama kalinya wahyu turun kepada Rasulullah ﷺ adalah berupa
mimpi yang benar. Beliau tidak melihat mimpi melainkan datang cerahnya seperti
cerahnya pagi hari. Kemudian beliau mulai suka berkhalwat, beliau berkhalwat di
gua Hira. Beliau ber-tahannuts
(ibadah) beberapa malam tertentu. Sebelum merasa rindu kepada keluarganya,
beliau mengambil perbekalan untuk itu, kemudian kembali ke khadijah dan
mengambil perbekalan serupa, hingga datanglah kebenaran sedangkan beliau berada
di dalam gua Hira. Lantas beliau didatangi malaikat (Jibril) seraya berkata,
‘Bacalah.’ Beliau menjawab, ‘Aku tak bisa membaca.’
Baca Juga: Kisah Lengkap Abdul Muthalib Kakek Nabi Muhammad ﷺ Menggali Sumur Zamzam
Baca Juga: Kisah Lengkap Abdul Muthalib Kakek Nabi Muhammad ﷺ Menggali Sumur Zamzam
Beliau
bercerita, ‘Lalu ia memegang dan menghimpitku hingga aku tak berdaya. Kemudian
ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah.’ Lalu aku menjawab, ‘Aku tidak bisa
membaca.’ Lalu ia memegangku dan menghimpitku kedua kalinya hingga aku tak
berdaya, kemudian dia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah.’ Aku pun menjawab,
‘Aku tidak bisa membaca.’ Lalu ia memegangku dan menghimpitku ketiga kalinya,
kemudian ia melepaskanku dan berkata:
‘Bacalah
dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam.’ (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-4).
Maka
rasulullah ﷺ pun mengulang-ulanginya. Dadanya gemetaran, lalu beliau
masuk menemui Khadijah binti Khuwailid dan berkata, ‘Selimuti aku, selimuti
aku.’ Beliau pun kemudian diselimuti hingga hilang rasa takutnya. Beliau lantas
memberitahukan kabar itu kepada Khadijah dan berkata, ‘Sungguh aku takut pada
diriku.’ Lalu Khadijah berkata, ‘Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak
akan merendahkanmu selamanya. Engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung
beban, suka memberi kepada orang-orang yang tidak mereka dapati pada yang lain,
suka memuliakan tamu, dan membantu orang yang terkena musibah.’
Kemudian
Khadijah membawanya pergi menemui Waraqah binti Naufal bin Asad bin ‘Abdul
‘Uzza, putra paman Khadijah. Ia seorang Nasrani pada masa Jahaliyah. Ia pandai
membaca dan menulis dengan bahasa Ibrani. Karena itu, ia menulis kitab Injil
dengan bahasa Ibrani. Ia sudah lanjut usia dan buta. Khadijah berkata
kepadanya, ‘Wahai putra pamanku, dengarkan kabar dari putra saudaramu ini,’
Waraqah berkata kepadanya, ‘Wahai putra saudaraku, apa yang kamu lihat?’
Rasulullah ﷺ lalu
mengabarkan kepadanya apa yang telah beliau lihat, lalu Waraqah berkata
kepadanya, ‘Itu adalah Namus (Jibril) yang telah diturunkan kepada Nabi Musa.
Oh, sekiranya aku masih muda dan kuat, sekiranya aku masih hidup ketika kaummu
mengusirmu.’ Kamudian Rasulullah ﷺ bertanya, ‘Apa benar mereka akan mengusirku?’ Ya benar,
tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang engkau bawa
kecuali ia dimusuhi. Dan seandainya aku mendapati hari itu, aku pasti akan
menolongmu,’ jawabnya. Tidak berapa lama setelah kejadian itu, Waraqah
meninggal dan wahyu pun tertunda turunnya.
Ketika kita
mencermati hadits Aisyah itu mungkin bagi seorang yang meneliti dapat
memperoleh banyak permasalahan penting yang berkaitan dengan kisah perjalanan
hidup Nabi Muhammad ﷺ, di antaranya:
1. Mimpi yang Benar
Dalam hadits
Aisyah tersebut dijelaskan bahwa awal mula wahyu turun kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah mimpi
yang benar, dan terkadang disebut juga dengan mimpi yang nyata. Maksudnya di
sini adalah mimpi indah yang membuat dadanya terasa lapang dan jiwanya terasa
baik. Mungkin hikmah dari Allah ﷻ memulai menurunkan wahyu kepada Rasulullah ﷺ melalui mimpi
adalah bahwa seandainya tidak dimulai dengan mimpi itu dan beliau didatangi
satu malaikat secara tiba-tiba, padahal beliau belum pernah melihat satu
malaikat pun sebelumnya maka bisa jadi beliau akan merasa sangat takut,
sehingga tidak bisa menyampaikan sedikit pun darinya.
Karena itu,
hikmah Allah ﷻ telah menetapkan bahwa beliau menerima wahyu mula-mula
melaui mimpi agar beliau terlatih dan terbiasa karenanya. Dan mimpi yang benar
dan nyata itu adalah bagian dari 46 bagian kenabian, sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits Nabi ﷺ. Lebih lanjut, ulama mengatakan, “Mimpi yang benar ketika
itu selama 6 bulan lamanya.” Disebutkan oleh Imam Al-Baihaqi, “Dan tidak ada
satu ayat pun dari Al-Qur’an yang turun kepada beliau melalui mimpi. Semuanya
turun ketika beliau dalam keadaan terjaga.”
Baca Juga: Sirah Nabawiyah - Silsilah Nasab Nabi Muhammad ﷺ Lengkap
Baca Juga: Sirah Nabawiyah - Silsilah Nasab Nabi Muhammad ﷺ Lengkap
Mimpi yang
benar adalah termasuk berita gembira dalam kehidupan dunia. Ada riwayat dari
Nabi ﷺ, yaitu sabda beliau:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
tidak ada yang tersisa dari berita-berita gembira kenabian selain mimpi yang
benar yang dilihat oleh seorang muslim atau diperlihatkan padanya.” (HR. Ibnu
Majah No. 3899)
Sebelum
malaikat Jibril turun kepada Nabi ﷺ untuk menyampaikan wahyu di gua Hira’, beliau melihat
mimpi yang indah. Maka ketika bangun pada pagi harinya, dada beliau terasa
lapang dan jiwanya terasa terbuka untuk segala keindahan yang ada dalam
kehidupan. Ada banyak riwayat hadits tentang permulaan turunnya wahyu, semuanya
sepakat awal mula turunnya wahyu kepada Rasulullah ﷺ adalah mimpi
yang benar dan nyata. Beliau melihat itu dalam tidurnya lalu datang ketika
beliau terjaga terlihat jelas sempurna sama seperti yang beliau lihat dalam
mimpinya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun darinya, seolah-olah telah
terukir dalam hati dan pikiran beliau.
Aisyah -ia
termasuk orang Arab yang paling fasih- telah menyerupakan munculnya mimpi
Rasulullah ﷺ ketika beliau bangun dengannya dan bagian dari kesempurnaan
kejelasannya. Ia menyerupakannya dengan munculnya sinar pagi yang cerah yang
membelah kegelapan. Dan itu merupakan gambaran penjelas. Dunia Arab tidak
terbit dalam puncak kefasihan mereka melebihi kefasihannya.
2. Suka
Berkhalwat di Gua Hira dan Bertahannuts di Dalamnya
Menjelang
kenabian, Nabi ﷺ dibuat suka berkhalwat agar hati, pikiran, dan jiwanya
terfokus pada tanda-tanda kenabian yang akan beliau terima. Maka beliau
menjadikan gua Hira sebagai tempat beribadah untuk melepas segala kesibukan dunia
dan pergaulan dengan makhluk. Selain itu juga untuk menggabungkan kekuatan daya
pikirnya, perasaan jiwa dan hatinya, serta daya akalnya. Beliau menghabiskan
waktunya untuk bermunajat kepada Sang Pencipta alam semesta.
Gua itulah
yang menjadi tempat bolak-balik Nabi ﷺ membangkitkan beliau untuk merenung dan berpikir. Sejauh
mata memandang terlihat gunung-gunung, seolah semuanya sujud menunduk kepada
keagungan Allah. Serta langit yang cerah yang kadang terlihat siapa yang ada di
sana ketika penglihatannya tajam.
Adanya keadaan
bahwa Nabi ﷺ menyukai berkhalwat merupakan satu persiapan khusus dan
penjernihan jiwa dari segala hubungan materi kemanusiaan kepada perhatian
khusus tarbiyah ilahiyah (didikan
Allah) dan pemberian adab dari Allah dalam segala kondisinya. Ibadah beliau
sebelum kenabian adalah dengan merenungi tentang keindahan kerajaan langit,
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang nyata yang menunjukkan keindahan
ciptaan-Nya, keagungan kuasa-Nya, rapinya pengaturan-Nya, dan kebesaran
penciptaan-Nya.
Baca juga: Sirah Nabawiyah - Kondisi Keagamaan Sebelum Diutusnya Nabi Muhammad ﷺ
Baca juga: Sirah Nabawiyah - Kondisi Keagamaan Sebelum Diutusnya Nabi Muhammad ﷺ
Terinspirasi
dari itu, sebagian ahli suluk kepada Allah mengambil ide untuk berkhalwat
dengan dzikir dan ibadah dalam satu tingkatan dari sekian tingkatan suluk untuk
merenungi hati, menghapus kegelapannya, dan mengeluarkannya dari kelalaian,
hawa nafsu, dan kesalahannya. Dan di antara sunnah yang diajarkan Nabi ﷺ adalah sunnah
i’tikaf pada bulan Ramadhan yang penting bagi setiap muslim, baik ia seorang
pejabat, alim, pemimpin, maupun pedagang untuk membersihkan kotoran-kotoran
yang melekat pada jiwa. Dan kita perbaiki apa yang kita lalui sesuai dengan
pedoman Al-Qur’an dan hadits, serta kita perhitungkan diri kita sendiri sebelum
nanti diperhitungkan (di akhirat).
Adapun bagi
ahli fikih dakwah mungkin bisa memberi beberapa waktu bagi mereka sendiri untuk
mengulang-ulang secara sempurna dan mencermati dengan baik tentang peristiwa
dakwah dan apa yang ada padanya, kuat atau lemah, dan tersingkapnya
faktor-faktor kekacauan, serta mengetahui peristiwanya dengan rinci, baik dan
buruknya.
Mengenai
perkataan Aisyah, “Lalu beliau ber-tahannuts
selama beberapa malam,” Syaikh Muhammad ‘Abdullah Darraz menjelaskan, “Ini
adalah kiasan dari bentuk malam-malam itu, tidak sampai kepada batas minimal
atau batas maksimal. Dan petunjuk Nabi ﷺ sebelum beliau diutus itu masih senantiasa berupa tawassuth (pertengahan) dan sederhana
dalam amalan-amalan, sebagai bentuk syiar bagi agama Islam dan simbol dari
petunjuk Nabi ﷺ setelah beliau diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi
alam semesta.
3. Datanglah
Kebenaran Ketika Beliau Berada di Dalam Gua Hira, Lalu Datanglah Malaikat
(Jibril) dan Berkata: Bacalah
Beliau
berkata, “Aku tidak bisa membaca. Lalu ia memegangku dan medekapku ketiga
kalinya, kemudian ia melepasku dan berkata:
‘Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.’ (QS.
Al-‘Alaq [96]: 1-4).
Ayat-ayat ini
merupakan ayat-ayat pertama dari Al-Qur’an. Di dalamnya ada catatan bahwa
permulaan penciptaan manusia dari segumpal darah, dan di antara kemuliaan Allah
ﷻ yaitu Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Lalu Allah ﷻ memuliakan
dengan ilmu, yaitu kemampuan yang membedakan Adam dengan para malaikat. Ilmu
pengetahuan itu terkadang ada dalam pikiran, atau dalam lisan, atau dengan
tulisan tangan.
Dengan
turunnya ayat-ayat ini maka dimulailah permulaan kenabian Muhammad ﷺ. Peristiwa
ini adalah peristiwa besar. Asy-Syahid Sayyid Quthb telah mengungkapkan hal itu
dalam kitab Fi Zhilal Al-Qur’an, “Itu
adalah peristiwa besar, sangat besar, sampai tidak terkira besarnya.
Bagaimanapun saat ini kita telah berusaha untuk mengukur kebesarannya, namun
masih banyak segi darinya yang tidak dapat kita bayangkan.
Sungguh itu
adalah peristiwa yang besar dilihat secara hakikatnya, besar dilihat dari
tanda-tanda petunjuknya, dan besar dilihat dari pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia. Waktu yang singkat itu yang di dalamnya berlaku peristiwa tersebut
(tanpa maksud berlebihan) merupakan tergolong waktu yang paling agung yang
berlalu di dalam bumi ini dalam sejarah yang panjang.
Apa hakikat
dari peristiwa itu yang terjadi dalam waktu yang singkat?
Hakikatnya
adalah bahwa Allah ﷻ yang Maha Agung, Maha Perkasa, Maha Memaksa, Maha
Memiliki Kebesaran, Raja segala raja, telah bermurah hati (dalam
keluhuran-Nya). Maka Allah ﷻ hendak memberikan rahmat-Nya kepada makhluk yang bernama
manusia yang masuk dalam salah satu rukun alam semesta. Dia memuliakan makhluk
ini dengan pilihan, satu di antaranya yaitu agar menjadi tempat diterimanya
cahaya Ilahi, tempat menyimpan hikmah-Nya, tempat turunnya kalimat-Nya, dan
tempat perumpamaan kuasa-Nya yang Dia kehendaki –Mahasuci Allah- terhadap
makhluknya ini.”
Permulaan
wahyu ilahi di dalamnya ada isyarat tentang qalam (pena) dan kepentingannya,
serta ilmu dan kedudukannya dalam membangun masyarakat dan umat. Di dalamnya
ada isyarat yang jelas bahwa salah satu karakter manusia yang paling terlihat
adalah ilmu pengetahuan.
Dalam
peristiwa besar ini terlihat jelas derajat dan kedudukan ilmu dalam Islam.
Wahyu pertama dalam kenabian yang sampai pada Rasulullah ﷺ adalah perintah
untuk membaca:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
‘Bacalah
dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan.’ (QS. Al-‘Alaq [96]: 1).
Islam
senantiasa menganjurkan untuk (menuntut) ilmu, memerintahkannya, mengangkat
derajat orang yang berilmu, dan mengistimewakan mereka atas yang lainnya.
Allah ﷻ berfirman:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Serta firman
Allah Ta’ala:
“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39]: 9)
Sesungguhnya
sumber ilmu yang bermanfaat adalah dari Allah ﷻ. Dialah yang
telah mengajarkan dengan perantara al-qalam (pena) dan mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak ia ketahui. Dan kapan pun sifat kemanusiaan itu
menyimpang dari manhaj ini dan ilmunya terpisah dari ikatan dengan manhaj Allah
ﷻ ilmunya itu
kembali menjadi bencana dan penyebab malapetaka baginya.
4. Kesulitan yang
Dialami Nabi ﷺ dan Sifat Munculnya Wahyu
Malaikat Jibril telah mendesak Nabi ﷺ
berulang-ulang hingga membuatnya payah dan tak berdaya. Akhirnya, Rasulullah ﷺ pun menerima
wahyu dalam keadaan sulit, payah, dan berat, sebagaimana dalam firman Allah ﷻ :
“Sesungguhnya
Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS.
Al-Muzammil [73]: 5)
Dalam hal ini terdapat sebuah hikmah yang besar, di
antaranya adalah penjelasan penting tentang agama ini dan keagungannya, sangat perhatian
dengannya, dan penjelasan bagi umat ini bahwa agamanya yang sedang ia peluk itu
datang setelah melewati kesulitan dan kesusahan.
Sesungguhnya munculnya
wahyu adalah mukjizat yang luar biasa bagi sunnah dan hukum-hukum alam. Nabi ﷺ menerima
firman Allah (Al-Qur’an) dengan perantara malaikat Jibril, dan dengan demikian
maka tidak ada hubungan antara munculnya wahyu dengan ilham, pikiran batin,
atau perasaan dari dalam. Wahyu itu terjadi dari luar diri Nabi ﷺ dan tugasnya
terbatas dengan penjagaan yang memberi wahyu dan menyampaikannya. Adapun
penjelasan dan penafsirannya itu disempurnakan dengan gaya bahasa Nabi ﷺ sebagaimana
dalam hadits-hadits beliau.
Pendapat
orang-orang yang ragu tentang kebenaran wahyu telah gugur berjatuhan di depan
bukti hadits shahih yang telah diceritakan oleh Aisyah. Setelah itu, wahyu
terus berlanjut membawa petunjuk atas kebenarannya, dan itu tidak seperti
diinginkan oleh orang-orang yang meragukannya.
Dr. Al-Buthi
telah mengungkapkan dengan indah petunjuk itu sebagai berikut:
a. Perbedaan yang
jelas antara Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena untuk yang pertama (Al-Qur’an)
beliau memerintahkan untuk mencatatnya dengan segera, dan ketika untuk yang
kedua (Al-Hadits) beliau merasa cukup dengan menitipkannya pada ingatan
(hafalan) para sahabatnya. Bukan karena hadits adalah perkataan dari sisi
beliau, tidak ada hubungannya dengan kenabian beliau, tapi karena Al-Qur’an itu
diwahyukan kepada beliau dengan lafal dan hurufnya masing-masing melalui
perantara malaikat Jibril. Adapun hadits maknanya merupakan dari Allah ﷻ tetapi lafal
dan susunan katanya berasal dari beliau. Maka beliau memperhatikan betul supaya
tidak bercampur firman Allah ﷻ yang beliau terima dari malaikat Jibril dengan perkataan
beliau sendiri.
b. Nabi ﷺ ditanyakan
tentang beberapa perkara maka beliau pun tidak menjawabnya, dan barangkali diam
beliau itu sendiri sampai lama hingga ayat Al-Qur’an turun dalam perkara
pertanyaan kepada beliau itu. Dan barangkali Rasul ﷺ bertindak
dalam sejumlah urusan atas dasar tertentu, maka ayat-ayat Al-Qur’an itu turun
sesuai dengan kondisi yang beliau hadapi. Dan barangkali berkumpul pada celaan
atau teguran bagi beliau.
c. Rasulullah ﷺ adalah orang
yang ummi (buta huruf) tidak mungkin
seorang ummi mengetahui dengan benar
hakikat sejarah, seperti kisah Nabi Yusuf, ibunda Musa ketika ia melemparkan
anaknya ke laut, dan kisah Fir’aun. Ini semua adalah kumpulan hikmah dari
kondisi beliau yang seorang ummi:
وَمَا
كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ ۖ إِذًا
لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan kamu
tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak
(pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah
membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS.
Al-Ankabut [29]: 48)
d. Kejujuran Nabi
ﷺ selama 40
tahun bersama kaumnya dan beliau dikenal dengan kejujurannya itu, menghendaki
bahwa Nabi ﷺ sebelum itu adalah seorang yang jujur kepada dirinya.
Karena itu, ketika mempelajari munculnya wahyu semestinya beliau melenyapkan
keraguan apapun yang terbayang pada kedua matanya atau pikirannya. Ayat ini
turun sebagai jawaban bagi pembelajaran beliau yang pertama untuk kondisi diri
beliau bersama wahyu:
“Maka jika
kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan
kepadamu, Maka Tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu.
Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah
sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Yunus
[10]: 94)
Karena itu,
diriwayatkan bahwa setelah turun ayat ini, Nabi ﷺ bersabda:
“Aku tidak akan ragu dan tidak akan
bertanya-tanya lagi.” (HR. Ath-Thabari No. 17894)
5. Macam-macam Wahyu
Para ulama
telah menyebutkan tentang macam-macam wahyu, di antaranya:
a. Mimpi yang
benar
Mimpi yang benar itulah permulaan wahyu yang diterima
Nabi ﷺ. Beliau tidak melihat satu mimpi, melainkan datang semisal menyingsingnya
waktu pagi. Telah disebutkan dalam sebuah hadits, “Mimpi para nabi itu adalah wahyu.” Allah ﷻ telah
berfirman tentang perkataan Nabi Ibrahim :
"...Hai
anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu...” (QS.
Ash-Shaffat [37]: 102)
b. Ilham yaitu,
malaikat meniupkannya ke dalam hati Nabi ﷺ tanpa disadarinya. Sebagaimana dalam sabdanya:
“Sesungguhnya
Ruhul Qudus (malaikat Jibril) telah meniupkan ke dalam hatiku. Bahwasanya tidak
akan mati suatu jiwa hingga disempurnakan rezeki-nya, maka bertakwalah kepada
Allah dan perbaguslah dalam meminta.” (Zadul Ma’ad
[1/79])
c. Wahyu datang seperti bunyi lonceng, dan itu
adalah yang paling berat. Sebagaimana dalam hadits Aisyah, “Sesungguhnya
Al-Harits bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Bagaimana datangnya wahyu kepadamu?’ lalu beliau
menjawab:
“Terkadang
datang kepadaku seperti bunyi lonceng, dan itu yang paling berat bagiku. Lalu
wahyu terputus dariku, aku mengerti apa yang ia katakan. Dan terkadang malaikat
itu menjelma seorang laki-laki lalu ia berbicara denganku dan aku mengerti apa
yang ia katakan.” (HR. Al-Bukhari No. 2)
d. Wahyu Allah ﷻ yang langsung
diturunkan kepada beliau tanpa perantara malaikat, hal ini sebagaimana ketika
Allah ﷻ berbicara langsung kepada Nabi Musa bin ‘Imran. Tingkatan ini benar ada
dan derajatnya qath’i dengan nash
Al-Qur’an. Sedangkan bagi Nabi Muhammad ﷺ adalah ketika beliau berada dalam peristiwa Isra Mi’raj.
e. Nabi ﷺ melihat
malaikat Jibril dalam wujud aslinya, lalu ia menyampaikan wahyu kepada beliau
atas izin Allah ﷻ.
f. Malaikat
Jibril menampakkan diri kepada Nabi ﷺ dalam wujud seorang laki-laki, lalu ia berbicara dengan
beliau hingga beliau mengerti apa yang ia katakan. Dalam tingkatan ini,
terkadang ada kalangan sahabat yang melihatnya.
Dan inilah apa
yang dikatakan oleh Ibnu Al-Qayyim tentang tingkatan wahyu. Turunnya wahyu
kepada Rasulullah ﷺ itu menjadi permulaan perjanjian baru dalam kehidupan
manusia setelah sebelumnya berada dalam kelamnya kegelapan.
(Sumber: Sirah Nabawiyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Hal. 89-98)
Demikianlah, pembahasan tentang Peristiwa
Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ,
semoga
bermanfaat
dan dapat menjadi pengetahuan sobat pembaca. Jangan lupa kunjungi
artikel mimin lainnya, karena masih banyak artikel
keren postingan mimin yang sobat belum cek dan pelajari, terima kasih, salam sukses.
Baca juga: Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan
Baca juga: Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan
Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ
Reviewed by Ahmad Sobri
on
Januari 26, 2020
Rating:
Tidak ada komentar: