close
Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ - Kelas Edukasi

Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ

Wahyu Pertama Kali Turun
Wahyu Pertama Kali Turun

Pada masa itu, Nabi telah memasuki usia yang keempat puluh. Beliau berkhalwat di dalam gua Hira sendirian, merenungi tentang alam semesta dan penciptanya. Ibadah beliau di dalam gua itu menghabiskan beberapa malam hingga apabila perbekalannya telah habis, beliau pulang ke rumah dan mengambil perbekalan untuk malam-malam berikutnya. Dan di siang hari pada hari senin bulan Ramadhan, beliau didatangi malaikat Jibril secara tiba-tiba untuk pertama kalinya di dalam gua Hira.

Imam Al-Bukhari telah menukilkan dalam kitab shahihnya, dari Aisyah berkata, “Pertama kalinya wahyu turun kepada Rasulullah adalah berupa mimpi yang benar. Beliau tidak melihat mimpi melainkan datang cerahnya seperti cerahnya pagi hari. Kemudian beliau mulai suka berkhalwat, beliau berkhalwat di gua Hira. Beliau ber-tahannuts (ibadah) beberapa malam tertentu. Sebelum merasa rindu kepada keluarganya, beliau mengambil perbekalan untuk itu, kemudian kembali ke khadijah dan mengambil perbekalan serupa, hingga datanglah kebenaran sedangkan beliau berada di dalam gua Hira. Lantas beliau didatangi malaikat (Jibril) seraya berkata, ‘Bacalah.’ Beliau menjawab, ‘Aku tak bisa membaca.’

Baca Juga: Kisah Lengkap Abdul Muthalib Kakek Nabi Muhammad ﷺ Menggali Sumur Zamzam

Beliau bercerita, ‘Lalu ia memegang dan menghimpitku hingga aku tak berdaya. Kemudian ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah.’ Lalu aku menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca.’ Lalu ia memegangku dan menghimpitku kedua kalinya hingga aku tak berdaya, kemudian dia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah.’ Aku pun menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca.’ Lalu ia memegangku dan menghimpitku ketiga kalinya, kemudian ia melepaskanku dan berkata:



 ‘Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.’ (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-4).

Maka rasulullah pun mengulang-ulanginya. Dadanya gemetaran, lalu beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid dan berkata, ‘Selimuti aku, selimuti aku.’ Beliau pun kemudian diselimuti hingga hilang rasa takutnya. Beliau lantas memberitahukan kabar itu kepada Khadijah dan berkata, ‘Sungguh aku takut pada diriku.’ Lalu Khadijah berkata, ‘Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung beban, suka memberi kepada orang-orang yang tidak mereka dapati pada yang lain, suka memuliakan tamu, dan membantu orang yang terkena musibah.’

Kemudian Khadijah membawanya pergi menemui Waraqah binti Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah. Ia seorang Nasrani pada masa Jahaliyah. Ia pandai membaca dan menulis dengan bahasa Ibrani. Karena itu, ia menulis kitab Injil dengan bahasa Ibrani. Ia sudah lanjut usia dan buta. Khadijah berkata kepadanya, ‘Wahai putra pamanku, dengarkan kabar dari putra saudaramu ini,’ Waraqah berkata kepadanya, ‘Wahai putra saudaraku, apa yang kamu lihat?’

Rasulullah lalu mengabarkan kepadanya apa yang telah beliau lihat, lalu Waraqah berkata kepadanya, ‘Itu adalah Namus (Jibril) yang telah diturunkan kepada Nabi Musa. Oh, sekiranya aku masih muda dan kuat, sekiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu.’ Kamudian Rasulullah bertanya, ‘Apa benar mereka akan mengusirku?’ Ya benar, tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia dimusuhi. Dan seandainya aku mendapati hari itu, aku pasti akan menolongmu,’ jawabnya. Tidak berapa lama setelah kejadian itu, Waraqah meninggal dan wahyu pun tertunda turunnya.

Ketika kita mencermati hadits Aisyah itu mungkin bagi seorang yang meneliti dapat memperoleh banyak permasalahan penting yang berkaitan dengan kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad , di antaranya:


1. Mimpi yang Benar


Dalam hadits Aisyah tersebut dijelaskan bahwa awal mula wahyu turun kepada Nabi Muhammad adalah mimpi yang benar, dan terkadang disebut juga dengan mimpi yang nyata. Maksudnya di sini adalah mimpi indah yang membuat dadanya terasa lapang dan jiwanya terasa baik. Mungkin hikmah dari Allah memulai menurunkan wahyu kepada Rasulullah melalui mimpi adalah bahwa seandainya tidak dimulai dengan mimpi itu dan beliau didatangi satu malaikat secara tiba-tiba, padahal beliau belum pernah melihat satu malaikat pun sebelumnya maka bisa jadi beliau akan merasa sangat takut, sehingga tidak bisa menyampaikan sedikit pun darinya.

Karena itu, hikmah Allah telah menetapkan bahwa beliau menerima wahyu mula-mula melaui mimpi agar beliau terlatih dan terbiasa karenanya. Dan mimpi yang benar dan nyata itu adalah bagian dari 46 bagian kenabian, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Nabi . Lebih lanjut, ulama mengatakan, “Mimpi yang benar ketika itu selama 6 bulan lamanya.” Disebutkan oleh Imam Al-Baihaqi, “Dan tidak ada satu ayat pun dari Al-Qur’an yang turun kepada beliau melalui mimpi. Semuanya turun ketika beliau dalam keadaan terjaga.”

Baca Juga: Sirah Nabawiyah - Silsilah Nasab Nabi Muhammad  Lengkap

Mimpi yang benar adalah termasuk berita gembira dalam kehidupan dunia. Ada riwayat dari Nabi , yaitu sabda beliau:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak ada yang tersisa dari berita-berita gembira kenabian selain mimpi yang benar yang dilihat oleh seorang muslim atau diperlihatkan padanya.” (HR. Ibnu Majah No. 3899)

Sebelum malaikat Jibril turun kepada Nabi untuk menyampaikan wahyu di gua Hira’, beliau melihat mimpi yang indah. Maka ketika bangun pada pagi harinya, dada beliau terasa lapang dan jiwanya terasa terbuka untuk segala keindahan yang ada dalam kehidupan. Ada banyak riwayat hadits tentang permulaan turunnya wahyu, semuanya sepakat awal mula turunnya wahyu kepada Rasulullah adalah mimpi yang benar dan nyata. Beliau melihat itu dalam tidurnya lalu datang ketika beliau terjaga terlihat jelas sempurna sama seperti yang beliau lihat dalam mimpinya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun darinya, seolah-olah telah terukir dalam hati dan pikiran beliau.

Aisyah -ia termasuk orang Arab yang paling fasih- telah menyerupakan munculnya mimpi Rasulullah ketika beliau bangun dengannya dan bagian dari kesempurnaan kejelasannya. Ia menyerupakannya dengan munculnya sinar pagi yang cerah yang membelah kegelapan. Dan itu merupakan gambaran penjelas. Dunia Arab tidak terbit dalam puncak kefasihan mereka melebihi kefasihannya.


2. Suka Berkhalwat di Gua Hira dan Bertahannuts di Dalamnya


Menjelang kenabian, Nabi dibuat suka berkhalwat agar hati, pikiran, dan jiwanya terfokus pada tanda-tanda kenabian yang akan beliau terima. Maka beliau menjadikan gua Hira sebagai tempat beribadah untuk melepas segala kesibukan dunia dan pergaulan dengan makhluk. Selain itu juga untuk menggabungkan kekuatan daya pikirnya, perasaan jiwa dan hatinya, serta daya akalnya. Beliau menghabiskan waktunya untuk bermunajat kepada Sang Pencipta alam semesta.

Gua itulah yang menjadi tempat bolak-balik Nabi membangkitkan beliau untuk merenung dan berpikir. Sejauh mata memandang terlihat gunung-gunung, seolah semuanya sujud menunduk kepada keagungan Allah. Serta langit yang cerah yang kadang terlihat siapa yang ada di sana ketika penglihatannya tajam.

Adanya keadaan bahwa Nabi menyukai berkhalwat merupakan satu persiapan khusus dan penjernihan jiwa dari segala hubungan materi kemanusiaan kepada perhatian khusus tarbiyah ilahiyah (didikan Allah) dan pemberian adab dari Allah dalam segala kondisinya. Ibadah beliau sebelum kenabian adalah dengan merenungi tentang keindahan kerajaan langit, memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang nyata yang menunjukkan keindahan ciptaan-Nya, keagungan kuasa-Nya, rapinya pengaturan-Nya, dan kebesaran penciptaan-Nya.

Baca juga: Sirah Nabawiyah - Kondisi Keagamaan Sebelum Diutusnya Nabi Muhammad ﷺ

Terinspirasi dari itu, sebagian ahli suluk kepada Allah mengambil ide untuk berkhalwat dengan dzikir dan ibadah dalam satu tingkatan dari sekian tingkatan suluk untuk merenungi hati, menghapus kegelapannya, dan mengeluarkannya dari kelalaian, hawa nafsu, dan kesalahannya. Dan di antara sunnah yang diajarkan Nabi adalah sunnah i’tikaf pada bulan Ramadhan yang penting bagi setiap muslim, baik ia seorang pejabat, alim, pemimpin, maupun pedagang untuk membersihkan kotoran-kotoran yang melekat pada jiwa. Dan kita perbaiki apa yang kita lalui sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan hadits, serta kita perhitungkan diri kita sendiri sebelum nanti diperhitungkan (di akhirat).

Adapun bagi ahli fikih dakwah mungkin bisa memberi beberapa waktu bagi mereka sendiri untuk mengulang-ulang secara sempurna dan mencermati dengan baik tentang peristiwa dakwah dan apa yang ada padanya, kuat atau lemah, dan tersingkapnya faktor-faktor kekacauan, serta mengetahui peristiwanya dengan rinci, baik dan buruknya.

Mengenai perkataan Aisyah, “Lalu beliau ber-tahannuts selama beberapa malam,” Syaikh Muhammad ‘Abdullah Darraz menjelaskan, “Ini adalah kiasan dari bentuk malam-malam itu, tidak sampai kepada batas minimal atau batas maksimal. Dan petunjuk Nabi sebelum beliau diutus itu masih senantiasa berupa tawassuth (pertengahan) dan sederhana dalam amalan-amalan, sebagai bentuk syiar bagi agama Islam dan simbol dari petunjuk Nabi setelah beliau diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.

3. Datanglah Kebenaran Ketika Beliau Berada di Dalam Gua Hira, Lalu Datanglah Malaikat (Jibril) dan Berkata: Bacalah


Beliau berkata, “Aku tidak bisa membaca. Lalu ia memegangku dan medekapku ketiga kalinya, kemudian ia melepasku dan berkata:

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.’ (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-4).

Ayat-ayat ini merupakan ayat-ayat pertama dari Al-Qur’an. Di dalamnya ada catatan bahwa permulaan penciptaan manusia dari segumpal darah, dan di antara kemuliaan Allah yaitu Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Lalu Allah memuliakan dengan ilmu, yaitu kemampuan yang membedakan Adam dengan para malaikat. Ilmu pengetahuan itu terkadang ada dalam pikiran, atau dalam lisan, atau dengan tulisan tangan.

Dengan turunnya ayat-ayat ini maka dimulailah permulaan kenabian Muhammad . Peristiwa ini adalah peristiwa besar. Asy-Syahid Sayyid Quthb telah mengungkapkan hal itu dalam kitab Fi Zhilal Al-Qur’an, “Itu adalah peristiwa besar, sangat besar, sampai tidak terkira besarnya. Bagaimanapun saat ini kita telah berusaha untuk mengukur kebesarannya, namun masih banyak segi darinya yang tidak dapat kita bayangkan.

Sungguh itu adalah peristiwa yang besar dilihat secara hakikatnya, besar dilihat dari tanda-tanda petunjuknya, dan besar dilihat dari pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Waktu yang singkat itu yang di dalamnya berlaku peristiwa tersebut (tanpa maksud berlebihan) merupakan tergolong waktu yang paling agung yang berlalu di dalam bumi ini dalam sejarah yang panjang.

Apa hakikat dari peristiwa itu yang terjadi dalam waktu yang singkat?

Hakikatnya adalah bahwa Allah yang Maha Agung, Maha Perkasa, Maha Memaksa, Maha Memiliki Kebesaran, Raja segala raja, telah bermurah hati (dalam keluhuran-Nya). Maka Allah hendak memberikan rahmat-Nya kepada makhluk yang bernama manusia yang masuk dalam salah satu rukun alam semesta. Dia memuliakan makhluk ini dengan pilihan, satu di antaranya yaitu agar menjadi tempat diterimanya cahaya Ilahi, tempat menyimpan hikmah-Nya, tempat turunnya kalimat-Nya, dan tempat perumpamaan kuasa-Nya yang Dia kehendaki –Mahasuci Allah- terhadap makhluknya ini.”

Permulaan wahyu ilahi di dalamnya ada isyarat tentang qalam (pena) dan kepentingannya, serta ilmu dan kedudukannya dalam membangun masyarakat dan umat. Di dalamnya ada isyarat yang jelas bahwa salah satu karakter manusia yang paling terlihat adalah ilmu pengetahuan.
Dalam peristiwa besar ini terlihat jelas derajat dan kedudukan ilmu dalam Islam. Wahyu pertama dalam kenabian yang sampai pada Rasulullah adalah perintah untuk membaca:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan.’ (QS. Al-‘Alaq [96]: 1).

Islam senantiasa menganjurkan untuk (menuntut) ilmu, memerintahkannya, mengangkat derajat orang yang berilmu, dan mengistimewakan mereka atas yang lainnya.
Allah berfirman:

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Serta firman Allah Ta’ala:

“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39]: 9)

Sesungguhnya sumber ilmu yang bermanfaat adalah dari Allah . Dialah yang telah mengajarkan dengan perantara al-qalam (pena) dan mengajarkan kepada manusia apa yang tidak ia ketahui. Dan kapan pun sifat kemanusiaan itu menyimpang dari manhaj ini dan ilmunya terpisah dari ikatan dengan manhaj Allah ilmunya itu kembali menjadi bencana dan penyebab malapetaka baginya.

4. Kesulitan yang Dialami Nabi dan Sifat Munculnya Wahyu


Malaikat Jibril telah mendesak Nabi berulang-ulang hingga membuatnya payah dan tak berdaya. Akhirnya, Rasulullah pun menerima wahyu dalam keadaan sulit, payah, dan berat, sebagaimana dalam firman Allah :

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil [73]: 5)

Dalam hal ini terdapat sebuah hikmah yang besar, di antaranya adalah penjelasan penting tentang agama ini dan keagungannya, sangat perhatian dengannya, dan penjelasan bagi umat ini bahwa agamanya yang sedang ia peluk itu datang setelah melewati kesulitan dan kesusahan.

Sesungguhnya munculnya wahyu adalah mukjizat yang luar biasa bagi sunnah dan hukum-hukum alam. Nabi menerima firman Allah (Al-Qur’an) dengan perantara malaikat Jibril, dan dengan demikian maka tidak ada hubungan antara munculnya wahyu dengan ilham, pikiran batin, atau perasaan dari dalam. Wahyu itu terjadi dari luar diri Nabi dan tugasnya terbatas dengan penjagaan yang memberi wahyu dan menyampaikannya. Adapun penjelasan dan penafsirannya itu disempurnakan dengan gaya bahasa Nabi sebagaimana dalam hadits-hadits beliau.

Pendapat orang-orang yang ragu tentang kebenaran wahyu telah gugur berjatuhan di depan bukti hadits shahih yang telah diceritakan oleh Aisyah. Setelah itu, wahyu terus berlanjut membawa petunjuk atas kebenarannya, dan itu tidak seperti diinginkan oleh orang-orang yang meragukannya.

Dr. Al-Buthi telah mengungkapkan dengan indah petunjuk itu sebagai berikut:

a.  Perbedaan yang jelas antara Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena untuk yang pertama (Al-Qur’an) beliau memerintahkan untuk mencatatnya dengan segera, dan ketika untuk yang kedua (Al-Hadits) beliau merasa cukup dengan menitipkannya pada ingatan (hafalan) para sahabatnya. Bukan karena hadits adalah perkataan dari sisi beliau, tidak ada hubungannya dengan kenabian beliau, tapi karena Al-Qur’an itu diwahyukan kepada beliau dengan lafal dan hurufnya masing-masing melalui perantara malaikat Jibril. Adapun hadits maknanya merupakan dari Allah tetapi lafal dan susunan katanya berasal dari beliau. Maka beliau memperhatikan betul supaya tidak bercampur firman Allah yang beliau terima dari malaikat Jibril dengan perkataan beliau sendiri.

b.  Nabi ditanyakan tentang beberapa perkara maka beliau pun tidak menjawabnya, dan barangkali diam beliau itu sendiri sampai lama hingga ayat Al-Qur’an turun dalam perkara pertanyaan kepada beliau itu. Dan barangkali Rasul bertindak dalam sejumlah urusan atas dasar tertentu, maka ayat-ayat Al-Qur’an itu turun sesuai dengan kondisi yang beliau hadapi. Dan barangkali berkumpul pada celaan atau teguran bagi beliau.

c.   Rasulullah adalah orang yang ummi (buta huruf) tidak mungkin seorang ummi mengetahui dengan benar hakikat sejarah, seperti kisah Nabi Yusuf, ibunda Musa ketika ia melemparkan anaknya ke laut, dan kisah Fir’aun. Ini semua adalah kumpulan hikmah dari kondisi beliau yang seorang ummi:

وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ ۖ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ

“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS. Al-Ankabut [29]: 48)

d.  Kejujuran Nabi selama 40 tahun bersama kaumnya dan beliau dikenal dengan kejujurannya itu, menghendaki bahwa Nabi sebelum itu adalah seorang yang jujur kepada dirinya. Karena itu, ketika mempelajari munculnya wahyu semestinya beliau melenyapkan keraguan apapun yang terbayang pada kedua matanya atau pikirannya. Ayat ini turun sebagai jawaban bagi pembelajaran beliau yang pertama untuk kondisi diri beliau bersama wahyu:

“Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, Maka Tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Yunus [10]: 94)

Karena itu, diriwayatkan bahwa setelah turun ayat ini, Nabi bersabda:
“Aku tidak akan ragu dan tidak akan bertanya-tanya lagi.” (HR. Ath-Thabari No. 17894)

5. Macam-macam Wahyu


Para ulama telah menyebutkan tentang macam-macam wahyu, di antaranya:
a.  Mimpi yang benar
Mimpi yang benar itulah permulaan wahyu yang diterima Nabi . Beliau tidak melihat satu mimpi, melainkan datang semisal menyingsingnya waktu pagi. Telah disebutkan dalam sebuah hadits, “Mimpi para nabi itu adalah wahyu.” Allah telah berfirman tentang perkataan Nabi Ibrahim :

"...Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu...” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102)

b.  Ilham yaitu, malaikat meniupkannya ke dalam hati Nabi tanpa disadarinya. Sebagaimana dalam sabdanya:

“Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril) telah meniupkan ke dalam hatiku. Bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa hingga disempurnakan rezeki-nya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam meminta.” (Zadul Ma’ad [1/79])

c.   Wahyu datang seperti bunyi lonceng, dan itu adalah yang paling berat. Sebagaimana dalam hadits Aisyah, “Sesungguhnya Al-Harits bertanya kepada Rasulullah , ‘Bagaimana datangnya wahyu kepadamu?’ lalu beliau menjawab:
“Terkadang datang kepadaku seperti bunyi lonceng, dan itu yang paling berat bagiku. Lalu wahyu terputus dariku, aku mengerti apa yang ia katakan. Dan terkadang malaikat itu menjelma seorang laki-laki lalu ia berbicara denganku dan aku mengerti apa yang ia katakan.” (HR. Al-Bukhari No. 2)

d.  Wahyu Allah yang langsung diturunkan kepada beliau tanpa perantara malaikat, hal ini sebagaimana ketika Allah berbicara langsung kepada Nabi Musa bin ‘Imran. Tingkatan ini benar ada dan derajatnya qath’i dengan nash Al-Qur’an. Sedangkan bagi Nabi Muhammad adalah ketika beliau berada dalam peristiwa Isra Mi’raj.

e.  Nabi melihat malaikat Jibril dalam wujud aslinya, lalu ia menyampaikan wahyu kepada beliau atas izin Allah .

f.    Malaikat Jibril menampakkan diri kepada Nabi dalam wujud seorang laki-laki, lalu ia berbicara dengan beliau hingga beliau mengerti apa yang ia katakan. Dalam tingkatan ini, terkadang ada kalangan sahabat yang melihatnya.

Dan inilah apa yang dikatakan oleh Ibnu Al-Qayyim tentang tingkatan wahyu. Turunnya wahyu kepada Rasulullah itu menjadi permulaan perjanjian baru dalam kehidupan manusia setelah sebelumnya berada dalam kelamnya kegelapan.

(Sumber: Sirah Nabawiyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Hal. 89-98)

Demikianlah, pembahasan tentang Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad , semoga bermanfaat dan dapat menjadi pengetahuan sobat pembaca. Jangan lupa kunjungi artikel mimin lainnya, karena masih banyak artikel keren postingan mimin yang sobat belum cek dan pelajari, terima kasih, salam sukses.
Baca juga: Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan
Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ Reviewed by Ahmad Sobri on Januari 26, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.