close
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Kelas Edukasi

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara


Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara - Jejak-jejak peninggalan tertulis dimasa lampau merupakan salah satu bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah umat manusia. Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting yang didalamnya terkandung informasi yang dapat dijadikan bahan untuk penulisan sejarah.

Kisah sejarah tersebut disampaikan dari generasi ke generasi dan dapat dipelihara terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa lampau. Jejak sejarah dapat dibedakan menjadi dua diantaranya ialah :

1. Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga dapat digunakan untuk menyusun penulisan sejarah.
2. Jejak non-historis, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang tidak memiliki nilai sejarah. Jejak historis yang berwujud tulisan merupakan rekaman tertulis tradisi masyarakat pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia terbagi menjadi sumber tertulis sezaman dan setempat.

A. Sumber Tertulis Sezaman dan Setempat

Sumber tertulis sezaman ialah sumber sejarah yang ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa yang ditulis berdekatan dengan waktu kejadian, atau ditulis tidak lama setelah peristiwa itu terjadi. Sedangkan sumber setempat maksudnya adalah penulisannya di dalam negeri sendiri.

Sumber tertulis yang bernilai sejarah misalnya adalah prasasti. Prasasti adalah tulisan atau aksara yang dipahat/diukir di atas media kayu atau batu. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptieataupiagam. Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut epigraphy. Prasasti ada yang terbuat dari batu (disebut Caila Prasasti), dari logam, atau dari batu bata. Wujud prasasti yang berupa batu (Caila Prasasti) terdiri atas :

a) Batu biasa (batu kali) disebut natural stone
b) Batu lingga (batu lambang Siwa)
c) Pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas
d) Batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita. Adapun prasasti dari logam terbuat dari tembaga, perunggu, atau emas. Prasasti dari perunggu, misalnya, prasasti dari Airlangga, yakni prasasti Calcutta. Prasasti yang berupa batu bata disebut juga Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini di Indonesia hanya sedikit sekali kita dapatkan. Contohnya adalah prasasti di candi Sentul.

Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat macam, diantaranya ialah:
1. Prasasti berbahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Kutai, prasasti Tarumanegara, prasasti Tuk Mas, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Ratu Boko, Kalasan, Kelurak, Plumpungan, dan Dinoyo.
2. Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan Sanskerta, misalnya, prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.
3. Prasasti perpaduan bahasa Melayu Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti Kota Kapur di Sriwijaya, prasasti Gondosuli, prasasti Dieng, dan prasasti Sajomerto (Pekalongan).
4. Prasasti perpaduan bahasa Bali Kuno dengan Sanskerta. Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau candi. Prasasti ini dianggap benda suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu upacara oleh para pedande (pendeta). Prasasti di Bali pada umumnya berisi Raja Casana atau peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misalnya, Bangli, Kintamani, dan Sembiran. Ahli prasasti Bali adalah R. Goris. R. Goris mentranskrip prasasti Bali.

Di Bali, prasasti yang sudah rusak, hurufnya diduplikasikan kembali dengan istilah "tinulat". Ada keanehan pada prasasti Tugu Sanur.

Tinggi prasasti adalah 1 m, bentuknya agak silinder, tetapi tulisannya sudah rusak. Prasasti ini memiliki keistimewaan menggunakan huruf Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno, sedangkan yang menggunakan huruf Bali Kuno menggunakan Bahasa  Sanskerta. Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan menggunakan dua bahasa (bilingual).

Secara umum isi prasasti memuat beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut :

a) Penghormatan kepada dewa
Dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata Ong Civaya, sedangkan agama Buddha diawali dengan kata Ong nama Buddhaya.

b) Angka tahun dan penanggalan
Dalam penulisannya biasanya diawali dengan permulaan kata-kata: "Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri dari: Raditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buddha (Rabu), Respati (Kamis), Cakra (Jumat), dan Sanaiswara (Sabtu).

c) Menyebut nama raja, diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah ..." dan selanjutnya.

d) Perintah kepada pegawai tinggi, perintah ini biasanya melalui Rakryan Mahapatih dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi raja tidak memberi perintah langsung.

e) Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak), yang telah menolong raja atau menolong orang penting atau telah menolong rakyat banyak, misalnya, daerah penyeberangan sungai.

f) Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).

g) Para saksi.

h) Desa perbatasan sima disebut juga "wanua tpisiring".

i) Hadiah yang diberikan oleh daerah yang dijadikan sima kepada raja, kepada pendeta, dan para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su,berartisuwarna atau emas. Maberarti masa dan Kuberarti kupang (1 su = 16 Ma = 64 Ku atau 1 Su = 1 tail = 2 real), demikianlah ukuran uangnya.

j) Jalannya upacara.

k) Tontonan yang diadakan.

l) Kutukan (sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan daerah sima). Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yakni dari zaman Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukan di Jawa Barat berupa tembaga di desa Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa Tengahan, isinya daerah Sumedang dijadikan sima karena menjaga lumbung padi. Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangtritis pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena diserang Trunojoyo.

Di situ terdapat Condro Sengkolo"Toya ingasto gono Batara" (toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa. 2) Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi ditulis di luar negeri. Sumber ini biasanya tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Tiongkok, Arab, Spanyol, dan India. Misalnya, kitab Ling Wai Taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178.

Buku ini menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan kehidupan bangsawan pada saat itu yang memakai sepatu kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, dan menunggang gajah atau kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung bagi rakyat. Kitab Chu Fang Chi ditulisChau Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. Sumber lain adalah tambo dinasti Tang dari Cina yang memuat tentang Holing dan Sriwijaya serta tambo dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman Majapahit. Berita Fa Hsien menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam bukunya Fo Kwa Chi. Musafir I-Tsing yang pernah datang di Indonesia (di Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya maju perdagangannya. Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di Holing dan bekerja sama dengan Jnanabhadra untuk menerjemahkan kitab Hastadandasastra dalam bahasa Sanskerta (mereka berada di Holing selama tiga tahun). Selain itu, banyak juga catatan dari Arab, Spanyol, India, dan Belanda.

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara Reviewed by Unknown on Maret 22, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.