Dampak Revolusi Hijau dan Industrialisasi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi di Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Orde Baru
Bagaimana dampak Industrialisasi terhadap Revolusi Hijau? Dampak sosial
ekonomi Revolusi Hijau pada masa Orde Baru bagi masyarakat desa? Program
Revolusi Hijau pada masa Orde Baru dengan menambah areal pertanian sering
dikenal? Apa dampak dari perubahan Revolusi Hijau dan Industrialisasi?
Pertanyaan tentang dampak Revolusi Hijau dan Industrialisasi? Perbedaan
Revolusi Hijau pada masa Orde Baru dengan masa Reformasi? Dampak Revolusi Hijau
terhadap kondisi ekonomi masyarakat desa adalah? Mengapa pemerintah Indonesia
pada masa Orde Baru melaksanakan Revolusi Hijau?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas ada juga pada sobat-sobat semua? Jangan
khawatir, berikut ini penjelasannya, selamat membaca!
Dampak Revolusi Hijau |
Dampak
Revolusi Hijau dan Industrialisasi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi di
Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Orde Baru - Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam sektor pertanian di Indonesia tidak lepas dari perkembangan
sektor industri pertanian itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pertanian di dunia ditandai dengan munculnya Revolusi Hijau.
Munculnya
beberapa teknik pertanian pada abad ke-17 dan abad ke-18 dapat dilacak dari
jenis tanaman baru dan beberapa perubahan ekonomi. Pada masa sekarang ini di
negara yang maju dan sedang berkembang terjadi perbedaan makin besar dalam
taraf hidup masyarakatnya. Hal ini disebabkan perbedaan antara efisiensi
teknologi pertanian dan kenaikan jumlah penduduk.
Perubahan-perubahan
di bidang pertanian sebenarnya telah berkali-kali terjadi dalam sejarah kehidupan
manusia yang biasa dikenal dengan istilah revolusi. Perubahan dalam bidang
pertanian itu dapat berupa peralatan pertanian, perubahan rotasi tanaman, dan
perubahan sistem pengairan. Usaha ini ada yang cepat dan lambat. Usaha yang cepat inilah disebut revolusi,
yaitu perubahan secara cepat menyangkut masalah pembaruan teknologi pertanian
dan peningkatan produksi pertanian, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Revolusi
Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian
pada abad sekarang ini.
Revolusi
Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau ditandai dengan makin berkurangnya
ketergantungan petani pada cuaca dan alam, digantikan dengan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Revolusi
Hijau sering disebut juga Revolusi Agraria. Pengertian agraria meliputi bidang
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Lahirnya Revolusi
Hijau melalui proses panjang dan akhirnya meluas ke wilayah Asia dan Afrika.
Revolusi Hijau mulai mendapat perhatian setelah Thomas Robert Malthus
(1766–1834) mulai melakukan penelitian dan me- maparkan hasilnya.
Malthus
menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh
manusia. Kemiskinan terjadi karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan
produksi pangan yang tidak seimbang. Pertumbuhan penduduk lebih cepat
dibandingkan dengan peningkatan hasil pertanian (pangan). Malthus berpendapat
bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 31, 64, dan
seterusnya), sedangkan hasil pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7, 9,
11, 13, 15, dan seterusnya). Hasil penelitian Malthus itu menimbulkan
kegemparan di Eropa dan Amerika. Akibatnya, muncul berbagai gerakan
pengendalian pertumbuhan penduduk dan usaha penelitian pencarian bibit unggul
dalam bidang pertanian.
Revolusi
Hijau menjadi proyek penelitian untuk meningkatkan produksi pangan di berbagai
negara di dunia. Sejumlah varietas padi-padian baru yang unggul, khususnya
gandum, padi, dan jagung dikembangkan dalam upaya melipat- gandakan hasil
pertanian. Pelaksanaan penelitian pertanian disponsori oleh lembaga Ford and
Rockefeller Foundation. Penelitian itu dilakukan di negara Meksiko, Filipina,
India, dan Pakistan. Di Meksiko pada tahun 1944 didirikan sebuah pusat
penelitian benih jagung dan gandum. Pusat penelitian ini mendapat bimbingan
langsung dari Rockefeller Foundation. Hanya dalam beberapa tahun, para peneliti
di lembaga tersebut berhasil menemukan beberapa varietas baru yang hasilnya
jauh di atas rata-rata hasil varietas lokal Meksiko. Diilhami oleh kesuksesan
hasil penelitian di Meksiko, pada tahun 1962 Rockefeller Foundation bekerja
sama dengan Ford Foundation mendirikan sebuah badan penelitian untuk tanaman
padi di Filipina. Badan penelitian ini dinamakan International Rice Research
Institute (IRRI) yang bertempat di Los Banos, Filipina.
Pusat
penelitian ini ternyata juga menghasilkan suatu varietas padi baru yang
hasilnya jauh melebihi rata-rata hasil varietas lokal di Asia. Varietas baru
tersebut merupakan hasil persilangan genetik antara varietas padi kerdil dari
Taiwan yang bernama Dee- Geowoogen dan varietas padi jangkung dari Indonesia
yang bernama Peta. Hasil dari persilangan tersebut diberi nama IR 8-288-3 atau
biasa dikenal dengan IR-8 dan di Indonesia dikenal dengan sebutan padi PB-8.
Setelah penemuan padi PB- 8, disusul oleh penemuan varietas- varietas baru yang
lain. Jenis-jenis bibit dari IRRI ini di Indonesia disebut padi unggul baru
(PUB). Pada tahun 1966, IR-8 mulai disebarkan ke Asia diikuti oleh penyebaran
IR-5 pada tahun 1967. Pada tahun 1968 di India, Pakistan, Sri Lanka, Filipina,
Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan Indonesia telah dilaksanakan penanaman padi
jenis IR atau PUB secara luas di masyarakat.
Pada
tahun 1976 areal sawah di Asia yang ditanami PUB sudah mencapai 24 juta hektar.
Revolusi Hijau adalah proses keberhasilan para teknologi pertanian dalam
melakukan persilangan (breeding) antarjenis tanaman tertentu sehingga
menghasilkan jenis tanaman unggul untuk meningkatkan produksi bahan pangan.
Jenis tanaman unggul itu mempunyai ciri berumur pendek, memberikan hasil
produksi berlipat ganda (dibandingkan dengan jenis tradisional) dan mudah
beradaptasi dalam lingkungan apapun, asal memenuhi syarat, antara lain:
a. tersedia
cukup air
b. pemupukan
teratur
c. tersedia
bahan kimia pemberantas hama dan penyakit
d. tersedia
bahan kimia pemberantas rerumputan pengganggu. Revolusi Hijau dapat memberikan
keuntungan bagi kehidupan umat manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif
bagi kehidupan umat manusia.
Revolusi
Hijau merangsang dinamika ekonomi masyarakat karena dengan hasil melimpah akan
melahirkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat. Hal ini sudah
terjadi di beberapa negara, misalnya di Indonesia. Revolusi Hijau di Indonesia
diformulasikan dalam konsep ‘Pancausaha Tani’ yaitu :
1) pemilihan
dan penggunaan bibit unggul atau varitas unggul
2) pemupukan
yang teratur
3) pengairan
yang cukup
4) pemberantasan
hama secara intensif
5) teknik
penanaman yang lebih teratur. Untuk meningkatkan produksi pangan dan produksi
pertanian umumnya dilakukan dengan empat usaha pokok.
Dampak
negatif munculnya Revolusi Hijau bagi para petani Indonesia, antara lain
sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil mengalami perubahan.
Sistem panen secara bersama - sama pada masa sebelumnya mulai digeser oleh
sistem upah. Pembeli memborong seluruh hasil dan biasanya menggunakan sedikit
tenaga kerja. Akibatnya, kesempatan kerja di pedesaan menjadi berkurang.
2. Pengaruh ekonomi uang di dalam berbagai
hubungan sosial di daerah pedesaan makin kuat.
3. Ketergantungan pada pupuk kimia dan zat
kimia pembasmi hama juga berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus
ditanggung petani.
4. Peningkatan produksi pangan tidak
diikuti oleh pendapatan petani secara keseluruhan karena penggunaan teknologi
modern hanya dirasakan oleh petani kaya.
Sebagai Penutup. Demikianlah artikel berkenaan dengan Dampak Revolusi Hijau danIndustrialisasi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi di Pedesaan dan PerkotaanPada Masa Orde Baru, semoga bermanfaat. Jangan lupa kunjungi postingan mimin
yang lain di sini, terima kasih.
Dampak Revolusi Hijau dan Industrialisasi Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi di Pedesaan dan Perkotaan Pada Masa Orde Baru
Reviewed by Unknown
on
April 02, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: