close
Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan - Kelas Edukasi

Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan

Ibu susuan Nabi Muhammad SAW bernama? Nabi Muhammad disusui oleh? Siapa yang menyusui dan mengasuh Nabi Muhammad setelah ibunya meninggal? Yang menyusui Nabi Muhammad ketika masih bayi adalah? Mengapa Aminah tidak menyusui Nabi Muhammad? Jelaskan kisah Nabi Muhammad? Siapakah nama saudara susuan Nabi Muhammad? Dan berapa lama masa menyusui Nabi Muhammad ﷺ?

Mungkinkah para pembaca artikel ini mempunyai pertanyaan sama seperti pertanyaan di atas? Kalau jawabannya, ‘Iya’. Berarti sobat-sobat semua sudah tepat berada di artikel tentang Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan ini. Tunggu apalagi, langsung saja yuk, kita cek dan temukan jawaban dari rasa penasaran sobat semua hehe. Berikut ini pembahasannya, selamat membaca!  
   
Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan
Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan 

Para Ibu Susuan Nabi ﷺ   


Orang yang mengasuh Nabi ﷺ adalah Ummu Ayman Barakah Al-Habasyiyah, budak perempuan ayah beliau. Sedangkan orang yang pertama kali menyusukan untuk beliau adalah Tsuwaibah, budak perempuan paman beliau, Abu Lahab. Berdasarkan hadits Zainab putri Abu Salamah bahwa Ummu Habibah mengabarkan kepadanya bahwa ia berkata, “Wahai Rasulullah, nikahilah saudara perempuan saya, putri Abu Sufyan.” Beliau pun balik bertanya, “Atau kamu ingin demikian?” Ia menjawab, “Ya, saya tidak bermaksud menipu Anda. Saya ingin orang yang ikut berbagi kebaikan denganku adalah saudara perempuanku.” Lalu Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya demikian itu tidak halal bagiku.”


Ia berkata, “Sebenarnya kamu diberitahukan bahwa baginda ingin menikahi putri Abu Salamah.” Beliau balik bertanya, “Putri Ummu Salamah?” Aku berkata, “Ya.” Kemudian beliau bersabda: 

لَوْ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ رَبِيبَتِي فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي إِنَّهَا لاَبْنَةُ أَخِي مِنَ الرَّضَاعَةِ، أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ 
فَلاَ تَعْرِضْنَ عَلَىَّ بَنَاتِكُنَّ وَلاَ أَخَوَاتِكُنَّ 

“Seandainya saja ia bukan orang yang telah mengasuhku dalam pangkuan. Ia tidak halal bagiku, sesungguhnya ia adalah putri saudara laki-lakiku dari persusuan. Tsuwaibah telah menyusuiku dan menyusui Abu Salamah, maka janganlah kalian mencoba untuk menawarkan kepadaku putri-putri kalian atau saudara-saudara perempuan kalian.” (HR. Bukhari No. 5101) ‏

Ummu Ayman alias Ummu Usamah bin Zaid adalah hamba perempuan milik ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthalib. Ia berasal dari Habasyah. Ketika Aminah melahirkan Nabi ﷺ setelah ayah beliau meninggal, Ummu Ayman lah yang mengasuh beliau hingga dewasa lalu beliau memerdekakan, kemudian menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah, ia meninggal lima bulan setelah Nabi ﷺ wafat. 


Halimah As-Sa’diyah, Pengasuh Nabi ﷺ dari Bani Sa’ad


Halimah As-Sa’diyah telah menceritakan kabar tersendiri tentang keberkahan Nabi ﷺ tercinta yang ia rasakan dalam dirinya, putranya, pengembalanya, dan putrinya.
‘Abdullah bin Ja’far menceritakan: Ketika Nabi ﷺ lahir, Halimah binti Al-Harits mendatangi perempuan-perempuan Bani Sa’ad bin Bakar. Mereka mencari para penyusu yang ada di Mekah. Halimah berkata,”Lalu aku pergi dalam barisan depan perempuan-perempuan dengan mengendarai keledaiku yang berwarna putih kehijauan dan aku pergi bersama suamiku Al-Harits bin ‘Abdul ‘Uzza, seorang dari Bani Sa’ad bin Bakar, kemudian seorang dari Bani Nadhirah. Keledai-keledai kami terluka dan bersamaku ada unta tua. Demi Allah, unta tua itu tidak keluar air susunya walau setetes pun. Saat itu, sedang tahun paceklik. Orang-orang telah kelaparan hingga mereka kehabisan usaha. Bersamaku ada satu putraku. Demi Allah, kami tidak bisa tidur malam itu dan aku tidak mendapati seteguk air pun di tanganku untuk aku beri. Saya berharap ada hujan dan kami saat itu memiliki seekor kambing yang kami harapkan.

Ketika kami tiba di Mekah, tak ada yang tersisa dari kami satu orang pun, melainkan ditawarkan kepadanya Nabi ﷺ. Namun, namun mereka semua tidak menyukainya dan kami berkata, ‘Dia ini adalah anak yatim, tidak punya bapak. Padahal perempuan penyusu hanya dimuliakan dan diperlakukan dengan baik oleh bapaknya.’ Lalu kami berkata, ‘Apa mungkin ibunya, atau pamannya, atau kakeknya akan berbuat seperti itu kepada kita?’


Maka semua temanku mendapat bayi asuhan dan ketika aku tidak menemukan selainnya, aku kembali kepadanya dan membawanya. Demi Allah, aku tidak mengambilnya melainkan karena aku tidak menemukan yang lainnya. Lantas aku katakan kepada temanku, ‘Demi Allah, sungguh aku akan mengambil anak yatim ini dari Bani ‘Abdul Muthalib. Mudah-mudahan Allah memberi manfaat untuk kita dengannya, dan aku tidak kembali di antara teman-temanku dan tidak mengambil apa pun.’ Ia pun berkata,’Sungguh engkau benar’.”

Halimah melanjutkan, “Kemudian saya mengambilnya dan membawanya pulang. Demi Allah, hanya dia yang kubawa ke kediaman. Lalu sore itu saya menyusuinya hingga ia merasa kenyang dan juga saudara persusuannya. Setelah itu, ayah pergi ke unta tua itu mencoba menyentuhnya, dan tiba-tiba ternyata unta itu banyak air susunya. Lantas ia pun memerah susunya hingga bisa kami minum sampai kenyang. Ia berkata, ’Wahai Halimah, kamu tahu, demi Allah, kita mendapat unta yang diberkahi. Demi Allah, telah memberi padanya apa yang belum kita rasakan.

Halimah melanjutkan, “Lalu kami tidur pada malam yang indah dalam keadaan perut yang kenyang. Padahal sebelumnya tiap malam kami tidak pernah bisa tidur bersama anak kami.”

Kemudian pagi harinya kami kembali ke negeri kami. Saya berangkat bersama teman-teman yang lain. Saya tunggangi keledaiku yang berwarna kehijauan, seraya kugendong anak itu bersamaku. Demi Allah yang jiwa Halimah berada di tangan-Nya, keledai itu lantas mendahului yang lain hingga perempuan-perempuan lainnya berkata, ‘Tolong tahan keledai itu, apa ini keledaimu yang kamu kendarai dulu?’ Aku menjawab, ‘Iya.’ Mereka berkata, ‘Dulu ia berdarah ketika kita berangkat, bagaimana bisa jadi seperti ini?’ Aku berkata, ‘Demi Allah, aku menggendong di atas seorang bayi laki-laki yang diberkahi.”

Dia melanjutkan, “Lalu kami pergi dan senantiasa Allah menambahkan kepada kami kebaikan setiap hari. Hingga sesampai ke negeri kami dan ketika itu musim paceklik, penggembala kami pergi ke tempat gembalaan kemudian pulang. Kambing-kambing milik Bani Sa’ad pulang dalam keadaan lapar, sedangkan kambingku pulang dalam keadaan kenyang dan banyak air susunya. Lantas kami memerah susunya dan meminumnya.

Maka orang-orang pun berkata, ‘Ada apa dengan kambing-kambing milik Al-Harits bin ‘Abdul Aziz? Padahal kambing milik Halimah pulang dengan perut kenyang dan banyak air susunya, sedangkan kambing kalian masih kelaparan. Celakalah kalian, ayo gembalakan di tempat penggembala mereka menggembalakan!’ kemudian para penggembala itu pun menggembalakannya bersama penggembala kami. Namun, tetap saja kambing mereka pulang masih dalam keadaan kelaparan seperti sebelumnya, sedangkan kambingku pulang dengan kenyang seperti sebelumnya.”


Halimah melanjutkan, “Anak itu melewati masa mudanya tidak seperti anak muda lainnya. Muda sehari sama dengan muda satu tahun. Ketika ia genap berumur dua tahun, kami bawa ia ke Mekah. Saya bersama ayah persusuannya (suami saya) berkata, ‘Demi Allah, kami tidak akan berpisah dengannya selama kami mampu.’ Ketika kami mendatangi ibu kandungnya, kami katakan, ‘Demi Allah, kami belum pernah melihat anak kecil yang paling banyak berkahnya dari anak itu, dan kami merasa khawatir padanya dengan wabah dan penyakit di Mekah. Karena itu, biarkan kami bawa ia pulang kembali hingga ia bebas dari penyakit di negerimu.’ Kami terus memohonnya hingga ia pun mengizinkannya. Lalu kami pun kembali membawanya pulang.

Ia pun tinggal bersama kami lagi selama tiga atau empat bulan. Ketika ia sedang bermain di belakang rumah bersama saudara laki-lakinya dengan anak kambing kami, tiba-tiba saudaranya datang tergesa-gesa. Anak itu lalu berkata kepadaku dan ayahnya, ‘Saudaraku yang dari Quraisy itu didatangi dua orang yang memakai pakaian putih. Mereka berdua mengambilnya dan membaringkannya, kemudian membelah perutnya!’

Sontak kami pun bergegas pergi menemuinya. Kami mendapatinya sedang berdiri, warnanya pucat. Ketika ia melihat kami, ia bergegas menyambut kami dan menangis. Kemudian aku bersama ayahnya memeluknya. Kami berpelukan bersama. Kami berkata, ‘Apa yang terjadi padamu?’ Ia menjawab, ‘Ada dua orang datang kepadaku dan membaringkanku, kemudian membelah perutku dan menaruh sesuatu di dalamnya. Kemudian mereka mengembalikannya seperti sedia kala.’ Ayahnya lantas berkata, ‘Demi Allah, aku tidak melihat anakku melainkan telah tertimpa sesuatu. Pulangkan ia kepada keluarganya lalu kembalikan ia kepada mereka, sebelum terjadi apa yang tidak kita inginkan padanya’.”

Baca juga: Peristiwa Lengkap Turunnya Wahyu Pertama Kali Kepada Nabi Muhammad ﷺ

Halimah berkata, “Maka kami bawa ia dan kami berikan ia kepada ibu kandungnya. Ketika ibunya melihat kami, ia tidak mempercayai apa yang kami ceritakan. Ia berkata, ‘Mengapa kalian mengembalikannya sebelum aku memintanya kepada kalian? Padahal sebelumnya kalian sangat bersemangat untuk menahannya.’ Lalu kami katakan, ‘Tidak ada apa-apa, hanya Allah telah menetapkan penyesusuannya dan kami jalankan apa yang kami bisa.’ Dan kami katakan, ‘Kami memberikan perlindungan padanya seperti yang kalian inginkan, itu yang lebih kami sukai.’ Ia pun berkata curiga, ‘Sepertinya ada sesuatu yang kalian sembunyikan. Beritahukan kepadaku apa itu?’

Akhirnya, kami pun memberitahukan kepadanya, lalu ia berkata, “Tidak, demi Allah, Allah tidak membuat hal itu padanya. Sungguh ada sesuatu pada anakku. Maukah aku ceritakan kepada kalian yang terjadi padanya? Sungguh aku telah mengandungnya. Demi Allah, aku tidak merasa (berat) mengandungnya sama sekali, terasa lebih ringan bagiku darinya, dan lebih mudah darinya. Kemudian aku bermimpi ketika aku mengandungnya, aku melihat cahaya keluar dariku yang menerangi punuk-punuk unta di Bashrah - atau ia berkata: istana-istana Bashrah – kemudian aku melahirkannya ketika waktunya. Demi Allah, ia tidak keluar seperti bayi lainnya. Ia keluar sambil berpegangan dengan kedua tangannya di atas lantai, sambil mengangkat kepalanya ke langit, lalu ia diserahkan kepada kalian berdua.’ Kemudian ia memegangnya dan kami pun pulang.”

(Sumber: Sirah Nabawiyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Hal. 59-62)

Sebagai penutup dari pembahasan di atas. Semoga dapat memberikan manfaat dan mudah-mudahan dapat dijadikan rujukan sobat semua dalam mencari kisah “orang terbaik ini”. Yang masih penasaran atau yang mau request silahkan komen di kolom komentar atau lewat email mimin. Terima kasih. Salam sukses.

Artikel terkait:

Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan Sirah Nabawiyah – Kisah Lengkap Nabi Muhammad dengan Para Ibu Susuan Reviewed by Ahmad Sobri on Desember 28, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.