close
Dampak-Dampak Pendudukan Jepang Bagi Indonesia dalam Berbagai Bidang - Kelas Edukasi

Dampak-Dampak Pendudukan Jepang Bagi Indonesia dalam Berbagai Bidang


Dampak-Dampak Pendudukan Jepang Bagi Indonesia dalam Berbagai Bidang - Kemenangan Jepang pada perang Pasifik menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan kontrol pada wilayah yang sangat luas yakni dari myanmar sampai pada Pulau Wake di Samudera Pasifik. Setelah beberapa wilayah di luar Jawa diduduki, selanjutnya Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai Jawa sebagai pusat pemerintahan di Indonesia.

Kedatangan Jepang ke Indonesia membawa dampak pada kehidupan masyarakat secara langsung, terlebih dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, militer, dan lain sebagainya.

a. Bidang Politik

Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Struktur pemerintahan dibuat sesuai dengan keinginan Jepang, misalnya desa dengan Ku, kecamatan dengan So, kawedanan dengan Gun , kotapraja dengan Syi, kabupaten dengan Ken, dan karesidenan dengan Syu. Setiap upacara bendera dilakukan penghormatan kearah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat yang ditujukan pada Kaisar Jepang Tenno Heika.

Seperti telah diterangkan di atas bahwa Jepang juga membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut. Angkatan darat yang meliputi Jawa-Madura berpusat di Batavia. Sementara itu di Sumatra berpusat di Bukittinggi, angkatan lautnya membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian, sebagai pusatnya di Ujungpandang. Pemerintahan itu berada dibawah pimpinan Panglima Tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Dalat (Vietnam).

Jepang juga membentuk organisasi-organisasi dengan maksud sebagai alat propaganda, seperti Gerakan Tiga A dan Putera, tetapi gerakan tersebut gagal dan dimanfaatkan oleh kaum pergerakan sebagai wadah untuk pergerakan nasional. Tujuan utama pemerintah Jepang adalah menghapuskan pengaruh Barat dan menggalang masyarakat agar memihak Jepang. Pemerintah Jepang juga menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Tojo dalam kunjungannya ke Indonesia pada September 1943. Kebijakan politik Jepang yang sangat keras itu membangkitkan semangat perjuangan rakyat Indonesia terutama kaum nasionalis untuk segera mewujudkan cita-cita mereka, yaitu Indonesia merdeka.

b. Keadaan Sosial-Budaya dan Ekonomi

Guna membiayai Perang Pasifik, Jepang mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia. Mereka dikerahkan untuk membuat benteng-benteng pertahanan. Mula-mula tenaga kerja dikerahkan dari Pulau Jawa yang padat penduduknya. Kemudian di kota-kota dibentuk barisan romusa sebagai sarana propaganda. Propaganda yang kuat itu menarik pemuda- pemuda untuk bergabung dengan sukarela. Pengerahan tenaga kerja yang mulanya sukarela lama-lama menjadi paksaan. Desa-desa diwajibkan untuk menyiapkan sejumlah tenaga romusa. Panitia pengerahan disebut dengan Romukyokai, yang ada disetiap daerah.

Para pekerja romusa itu diperlakukan dengan kasar dan kejam. Mereka tidak dijamin kehidupannya, kesehatan dan makan tidak diperhatikan. Banyak pekerja romusa yang jatuh sakit dan meninggal. Untuk mengembalikan citranya, Jepang mengadakan propaganda dengan menyebut pekerja romusa sebagai “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi”. Mereka digambarkan sebagai sosok yang suci dalam menjalankan tugasnya. Para pekerja romusa itu juga dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam, Serawak, dan Malaya.

Saat itu kondisi masyarakat menyedihkan. Bahan makanan sulit didapat akibat banyak petani yang menjadi pekerja romusa. Gelandangan di kota- kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Semarang jumlahnya semakin meningkat. Tidak jarang mereka mati kelaparan di jalanan atau di bawah jembatan. Penyakit kudis menjangkiti masyarakat. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. Barang-barang keperluan sulit didapatkan dan semakin sedikit jumlahnya. Uang yang dikeluarkan Jepang tidak ada jaminannya, bahkan mengalami inflasi yang parah. Bahan-bahan pakaian sulit didapatkan, bahkan masyarakat menggunakan karung goni sebagai bahan pakaian mereka. Obat-obatan juga sangat sulit didapatkan.

Semua objek vital dan alat-alat produksi dikuasai dan diawasi sangat ketat oleh Pemerintah Jepang. Perkebunan-perkebunan diawasi dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Jepang. Banyak perkebunan yang dirusak dan diganti tanamannya untuk keperluan biaya perang. Rakyat dilarang menanam tebu dan membuat gula. Beberapa perusahaan swasta Jepang yang menangani pabrik gula adalah Meiji Seito Kaisya.

Masyarakat juga diwajibkan untuk melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi masyarakat luas, seperti memperbaiki jalan, saluran air, atau menanam pohon jarak. Mereka melakukannya secara bergantian. Untuk menjalankan tugas tersebut dengan baik, maka dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) untuk memobilisasi massa dengan efektif.

Sementara itu, proses komunikasi antarkomponen bangsa di Indonesia mengalami kesulitan baik komunikasi antarpulau maupun komunikasi dengan dunia luar, karena semua saluran komunikasi dikendalikan oleh Jepang. Semua nama-nama kota yang menggunakan bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Indonesia, seperti Batavia menjadi Jakarta dan Buitenzorg menjadi Bogor. Sementara itu, untuk mengawasi karya para seniman agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang, maka didirikanlah pusat kebudayaan pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta, yang bernama Keimun Bunka Shidosho.

Jepang yang mula-mula disambut dengan senang hati, kemudian berubah menjadi kebencian. Rakyat bahkan lebih benci pada pemerintah Jepang daripada pemerintah Kolonial Belanda. Jepang seringkali bertindak sewenang- wenang. Seringkali rakyat yang tidak bersalah ditangkap, ditahan, dan disiksa. Kekejaman itu dilakukan oleh kempetai (polisi militer Jepang). Pada masa pendudukan Jepang banyak gadis dan perempuan Indonesia yang ditipu oleh Jepang dengan dalih untuk bekerja sebagai perawat atau disekolahkan, tetapi dipaksa menemani para kempetai. Para gadis dan perempuan tersebut disekap dalam kamp-kamp yang tertutup sebagai wanita penghibur. Kamp- kamp tersebut dapat ditemukan di Solo, Semarang, Jakarta, dan Sumatera Barat.

c. Pendidikan

Pada masa pendudukan Jepang, keadaan pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Pendidikan tingkat dasar hanya satu, yaitu pendidikan enam tahun. Hal itu sebagai politik Jepang untuk memudahkan pengawasan. Para pelajar wajib mempelajari bahasa Jepang. Mereka juga harus mempelajari adat istiadat Jepang dan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, serta gerak badan sebelum pelajaran dimulai. Bahasa Indonesia mulai digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran wajib.

Sementara itu, perguruan tinggi di tutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang dibuka lagi adalah Perguruan Tinggi Kedokteran ( Ika Daigaku ) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik ( Kogyo Daigaku) di Bandung. Jepang juga membuka Akademi Pamong Praja ( Konkoku Gakuin ) di Jakarta, serta Perguruan Tinggi Hewan di Bogor. Pada saat itu, perkembangan perguruan tinggi benar-benar mengalami kemunduran.

Satu hal keuntungan pada masa Jepang adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Melalui sekolah-sekolah itulah Jepang melakukan indoktrinasasi. Menurut Jepang, pendidikan kader-kader dibentuk untuk memelopori dan melaksanakan konsepsi kemakmuran Asia Raya. Namun, bagi bangsa Indonesia tugas berat itu merupakan persiapan bagi pemuda- pemuda terpelajar untuk mencapai kemerdekaan.

Para pelajar juga dianjurkan untuk masuk militer. Mereka diajarkan Heiho atau sebagai pembantu prajurit. Pemuda-pemuda juga dianjurkan masuk barisan Seinendan dan Keibodan (pembantu polisi). Mereka dilatih baris berbaris dan perang meskipun hanya bersenjatakan kayu. Dalam Seinendan mereka dijadikan barisan pelopor atau suisintai . Barisan pelopor itu mendapat pelatihan yang berat. Latihan militer itu kelak sangat berguna bagi bangsa kita.

d. Birokrasi dan Militer

Dalam bidang birokrasi, dengan dikeluarkannya UU no. 27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No. 28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi , maka berakhirlah pemerintahan sementara. Kedua aturan itu merupakan pelaksanaan struktur pemerintahan dengan datangnya tenaga sipil dari Jepang di Jawa. Mereka ditempatkan di Jawa untuk melakukan tujuan reorganisasi pemerintahan Jepang, yang menjadikan Jawa sebagai pusat perbekalan perang di wilayah selatan.

Sesuai dengan undang-undang itu, seluruh kota di Jawa dan Madura, kecuali Solo dan Yogyakarta, dibagi atas syu, syi, ken, gun, son , dan ku . Pembentukan provinsi yang dilakukan Belanda diganti dan disesuaikan dengan struktur Jepang, daerah pemerintahan yang tertinggi, yaitu Syu . Meskipun luas wilayah Syu sebesar keresidenan, namun fungsinya berbeda. Apabila residen merupakan pembantu gubernur, maka Syu adalah pemerintah otonomi di bawah shucokan yang berkedudukan sama dengan gubernur. Pada masa pendudukan Jepang juga dibentuk Chou Sangi- in yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan Volksraad . Dalam Volksraad masih dapat dilakukan kritik pemerintah dengan bebas. Sementara Chou Sangi In tidak dapat melakukan hal itu.

Perbedaan antara masa penjajahan sebelumnya dengan masa pendudukan Jepang yaitu rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan keamanan. Mereka mendapat kesempatan untuk berlatih militer. Mulai dari dasar-dasar militer, baris berbaris, latihan menggunakan senjata, hingga organisasi militer, dan latihan perang. Melalui propagandanya, Jepang berhasil membujuk penduduk untuk menghadapi Sekutu. Oleh karena itulah, mereka melatih penduduk dengan latihan-latihan militer. Bekas pasukan Peta itulah yang menjadi kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan sekarang dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dampak-Dampak Pendudukan Jepang Bagi Indonesia dalam Berbagai Bidang Dampak-Dampak Pendudukan Jepang Bagi Indonesia dalam Berbagai Bidang Reviewed by Unknown on Maret 26, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.