Detik-detik
Menuju Kemerdekaan Indonesia Peristiwa Rengasdengklok - Hari-hari menjelang
tanggal 15 Agustus 1945 merupakan hari yang menegangkan bagi bangsa Jepang dan
bangsa Indonesia. Bagi bangsa Jepang, tanggal tersebut merupakan titik akhir
nyali mereka dalam melanjutkan Perang Dunia II. Menyerah kepada Sekutu adalah
pilihan yang sangat pahit tetapi harus dilakukan. Bagi bangsa Indonesia,
tanggal tersebut justru menjadi kesempatan baik untuk mempercepat proklamasi
kemerdekaan. Inilah yang menjadi pemikiran utama para pemuda atau sering
disebut Golongan Muda kaum pergerakan Indonesia. Para pemuda berpikir, bahwa
menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan.
Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat, sekaligus tanpa campur tangan
Jepang.
Para
pejuang terutama kaum muda yang melancarkan gerakan “bawah tanah” segera
mengetahui berita penyerahan Jepang itu. Para pemuda mendesak para tokoh senior
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir yang
merupakan tokoh pemuda yang aktif dalam “gerakan bawah tanah” telah mengetahui
berita penyerahan Jepang kepada Sekutu dari siaran radio. Oleh karena itu, ia
segera menemui Moh. Hatta di kediamannya. Syahrir mendesak agar Sukarno dan
Moh.Hatta segera memerdekakan Indonesia. Kira-kira pukul 14.00 Syahrir berhasil
menemui Bung Hatta yang baru saja datang dari Dalat, Saigon. Syahrir
menyampaikan informasi tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Oleh karena
itu, agar Sukarno dan Moh.Hatta mau menyatakan kemerdekaan. Namun Hatta tidak
bersedia dan akan membicarakan dengan Bung Karno. Oleh karena itu, Bung Hatta
dan Syahrir pergi ke kediaman Bung Karno. Syahrir menyampaikan hal yang sama
saat bertemu Moh. Hatta, agar Bung Karno dan Bung Hatta mau memerdekaan Indonesia
karena Jepang telah menyerah. Tetapi Bung Karno belum bersedia sambil mencari
kebenaran berita tentang menyerahnya Jepang pada Sekutu.
Sebagai
tokoh demokratis yang tahu akan hak dan kewajiban pemimpin, kedua tokoh itu
berpendapat bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu
dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan. Akan tetapi, para
pemuda berpendapat bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan
oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI. Menurut para pemuda, PPKI itu
buatan Jepang. Pemuda berharap kemerdekaan yang dilakukan adalah kemerdekaan
yang dilakukan oleh bangsa sendiri, bukan karena jasanya Jepang.
Hari
Rabu tanggal 15 Agustus 1945 sekitar pukul 21.30 WIB, para pemuda yang dipimpin
Wikana, dan Darwis datang di rumah Sukarno di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Wikana dan Darwis memaksa Sukarno untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda mendesak agar proklamasi malam ini dapat dilaksanakan paling lambat
tanggal 16 Agustus 1945. Sambil menimang-nimang senjata Wikana berucap dan
bernada ancaman. Meskipun begitu, para pemuda masih gagal untuk memaksa Sukarno
dan golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Para pemuda
kemudian meninggalkan rumah kediaman Bung Karno. Bung Karno kemudian meminta
Bung Hatta untuk mengundang para anggota PPKI pada pagi tanggal 16 Agustus 1945
untuk rapat membahas keadaan terakhir Indonesia dan persiapan untuk kemerdekaan
Indonesia.
Para
pemuda malam itu sekitar pukul 24.00 tanggal 15 Agustus mengadakan pertemuan di
Jl Cikini 71 Jakarta. Para pemuda yang hadir, antara lain Sukarni, Wikana,
Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Shodanco Singgih. Mereka sepakat untuk membawa
Sukarno dan Moh. Hatta ke luar kota. Tujuannya, agar kedua tokoh ini jauh dari pengaruh
Jepang dan bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Para pemuda juga
sepakat menunjuk Shodanco Singgih untuk memimpin pelaksanaan rencana tersebut.
Untuk
melaksanakan tugas, Singgih mendapat pinjaman beberapa perlengkapan dari markas
Peta di Jaga Monyet. Waktu itu yang piket di markas Peta adalah Latif
Hendraningrat.Singgih disertai pengemudi, Sampun dan penembak mahir Sutrisno
bersama Sukarni, Wikana, dan dr. Muwardi menuju ke rumah Moh.Hatta. Singgih
secara singkat minta kesediaan Moh. Hatta untuk ikut ke luar kota. Moh. Hatta
menuruti kehendak para pemuda itu. Rombongan kemudian menuju ke rumah Sukarno.
Tiba di rumah Sukarno, keluarga Sukarno baru saja makan sahur. Setelah permisi,
Singgih masuk rumah dan meminta agar
Sukarno ikut pergi ke luar kota saat itu juga. Sukarno setuju, asal Fatmawati,
Guntur (waktu itu berusia sekitar delapan bulan) dan Moh.Hatta ikut serta.
Pemuda pun mengiyakan permintaan Sukarno. Tanggal 16 Agustus sekitar pukul
04.00 pagi rombongan Sukarno, Moh.Hatta, dan para pemuda menuju ke arah timur.
Pemuda tetap merahasiakan kemana tujuan rombongan Sukarno ini mau dibawa pergi,
Ternyata rombongan ini akan dibawa ke Rengasdengklok.
Dipilihnya
daerah Kawedanan Rengasdengklok, karena daerah itu terpencil yaitu 15 km dari Kedunggede,
Karawang. Selain itu, juga ada hubungan baik antara Daidan Peta Purwakarta dan
Daidan Jakarta, sehingga dari segi keamanan terjamin. Pagi hari rombongan
Sukarno sampai di Rengasdengklok. Mereka diterima oleh Shodanco Subeno dan
Affan. Mereka ditempatkan di rumah keluarga Tionghoa, Djiau Kie Siong yang simpati pada perjuangan
bangsa Indonesia.
Sehari
di Rengasdengklok, para pemuda ternyata gagal memaksa Sukarno untuk menyatakan
kemerdekaan Indonesia lepas dari campur tangan Jepang. Namun, ada gelagat yang
ditangkap oleh Singgih bahwa Sukarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia kalau sudah kembali ke Jakarta. Melihat tanda-tanda bahwa Sukarno
bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka sekitar pukul 10.00
bendera Merah Putih dikibarkan di halaman Kawedanan Rengasdengklok.
Jakarta
berada dalam keadaan tegang karena tanggal 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan
pertemuan PPKI, tetapi Sukarno dan Moh. Hatta tidak ada di tempat. Ahmad
Subarjo segera mencari kedua tokoh tersebut. Akhirnya setelah terjadi
kesepakatan dengan Wikana, Ahmad Subarjo ditunjukkan dan diantarkan ke
Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto.
Ahmad
Subarjo tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB untuk menjemput Sukarno dan
rombongan. Namun kecurigaan para pemuda terhadap Ahmad Subardjo pun masih
terjadi. Apakah, kalau Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta, proklamasi
kemerdekaan akan bisa terlaksana. Terjadilah dialog antara Subeno selaku
komandan Peta Rengasdengklok dengan Ahmad Subardjo.
Dengan
jaminan yang dinyatakan oleh Subardjo, maka Subeno mewakili para pemuda
mengizinkan Subardjo untuk bertemu dan membawa pulang bersama Ir. Sukarno, Drs.
Moh.Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta. Petang itu juga Sukarno dan
rombongan kembali ke Jakarta. Dengan demikian berakhirlah peristiwa
Rengasdengklok.
Detik-detik Menuju Kemerdekaan Indonesia - Peristiwa Rengasdengklok
Reviewed by Unknown
on
Maret 28, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: