Pasca
Proklamasi dan Dukungan dari Berbagai Lapisan untuk Kemerdekaan Indonesia - Berita
mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia cepat bergema ke berbagai daerah.
Rakyat di Jakarta maupun di kota-kota lain menyambut dengan antusias. Karena
alat komunikasi yang terbatas, informasi ke daerah-daerah tidak secepat di
Jakarta. Saat tersiarnya berita tentang Proklamasi Kemerdekaan, banyak rakyat
Indonesia yang tinggal jauh dari Jakarta tidak mempercayainya.
Pada
tanggal 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya
kepada Sekutu. Baru pada bulan September 1945, Proklamasi diketahui di
wilayah-wilayah yang terpencil. Keempat penguasa kerajaan yang ada di Jawa
Tengah menyatakan dukungan mereka kepada Republik, yaitu Yogyakarta, Surakarta,
Pakualaman, dan Mangkunegaran.
Euforia
revolusi segera mulai melanda negeri ini, khususnya kaum muda yang merespon
kegairahan dan tantangan kemerdekaan. Para komandan pasukan Jepang di
daerah-daerah sering kali meninggalkan wilayah perkotaan dan menarik mundur pasukan
ke daerah pinggiran guna menghindari konfrontasi. Banyak yang bijaksana
memperbolehkan pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata. Antara tanggal 3-11
September, para pemuda di Jakarta mengambil alih kekuasaan atas stasiun-stasiun
kereta api, sistem listrik, dan stasiun pemancar radio tanpa mendapat
perlawanan dari pihak Jepang.
Pada
akhir bulan September, instalasi-instalasi penting di Yogyakarta, Surakarta,
Malang, dan Bandung juga sudah berada di tangan para pemuda Indonesia. Selain
itu, juga terlihat adanya semangat revolusi di dalam kesusasteraan dan
kesenian. Surat-surat kabar dan majalah Republik bermunculan di berbagai daerah,
terutama di Jakarta, Yogyakarta, dan Surakarta. Aktivitas kelompok sastrawan
yang bernama “Angkatan 45”, mengalami masa puncaknya pada zaman revolusi.
Lukisan-lukisan modern juga mulai berkembang pesat di era revolusi.
Banyak
pemuda bergabung dengan badan-badan perjuangan. Di Sumatera, mereka benar-benar
memonopoli kekuasaan revolusioner. Karena jumlah pemimpin nasionalis yang sudah
mapan di sana hanya segelintir, mereka ragu terhadap apa yang akan dilakukan.
Para mantan prajurit Peta dan Heiho membentuk kelompok-kelompok yang paling
disiplin. Laskar Masyumi dan Barisan Hizbullah, menerima banyak pejuang baru
dan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata Islam lainnya yang
umumnya disebut Barisan Sabilillah, yang kebanyakan dipimpin oleh para Kiai.
Proklamasi
kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi Jepang menentang upaya
penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para penyiar meralat berita
proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan. Tampaknya para penyiar tetap tidak mau
memenuhi seruan pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Agustus 1945
pemancarnya disegel dan para pegawainya dilarang masuk. Mereka kemudian membuat
pemancar baru di Menteng 31. Di samping melalui siaran radio, para wartawan
juga menyebarluaskan berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat
kabar, selebaran, dan penerbitan-penerbitan yang lain.
Pada
tanggal 3 September 1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk
bengkel di Manggarai. Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat
dikuasai. Pada tanggal 11 September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil
dikuasai oleh Republik. Oleh karena itu, tanggal 11 September dijadikan hari
lahir Radio Republik Indonesia (RRI).
Para
pemuda memprakarsai diadakannya rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang
Monas). Rapat yang digagas oleh para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam
“Kesatuan van Aksi”, untuk melakukan rapat raksasa di lapangan Ikada, yang
semula digagas tanggal 17 September 1945, mundur menjadi 19 September 1945.
Presiden Sukarno sudah dihubungi dan bersedia akan menyampaikan pidato di dalam
rapat raksasa pada tanggal 19 September 1945. Sejak pagi, rakyat Jakarta sudah
mulai berdatangan dan memenuhi Lapangan Ikada. Rapat itu untuk memperingati
sebulan kemerdekaan Indonesia.
Bermula
dari ketidakpuasan rakyat terhadap sikap Jepang yang belum juga mengakui Negara
Republik Indonesia dan bahkan Jepang malah mempertahankan status quo-nya dengan
mengatasnamakan Sekutu. Kondisi
itu mendorong rakyat Indonesia yang baru saja merdeka, untuk segera membentuk
pemerintah yang baru dan mengambil langkah-langkah nyata. Ketidakpuasan rakyat
semakin bertambah ketika mengetahui pendaratan pasukan Sekutu dibawah pimpinan
Mayor Geenhalgh, di Kemayoran pada 8 September 1945. Rakyat dari berbagai
penjuru dengan tertib berdatangan ke Lapangan Ikada dengan membawa poster dan
bendera merah-putih. Mereka menuntut kebulatan tekad untuk mengisi kemerdekaan
Indonesia. Mereka juga bertekad untuk
menunjukkan pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukan atas
bantuan Jepang, tetapi merupakan tekad seluruh rakyat Indonesia.
Melihat
tekad rakyat yang menggelora dan tidak dapat dihalangi meskipun oleh tentara
Jepang sekalipun, pemerintah terdorong untuk mengadakan sidang kabinet. Setelah
itu, diputuskan Presiden Sukarno dan Moh.Hatta dan para menteri untuk datang ke
Lapangan Ikada. Pada kesempatan itu Sukarno menyampaikan pidatonya yang
disambut dengan gegap gempita oleh rakyat.
Pada
tanggal 19 Agustus 1945 itu juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam
VIII telah mengirim kawat ucapan selamat kepada Presiden Sukarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh tersebut sebagai
Presiden dan Wakil Presiden. Ucapan selamat itu tersirat bahwa Sultan
Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu
mereka. Kemudian, pagi itu sekitar pukul 10.00 tanggal 19 Agustus 1945 Sri
Sultan Hamengkubuwono IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal
kepatihan.
Kemudian
untuk mempertegas sikapnya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VII
pada tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain sebagai berikut :
a. Negeri
Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari
Negara Indonesia.
b. Sri
Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta
Hadiningrat.
c. Hubungan
antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara RI
bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab
kepada Presiden.
Amanat
Sri Paku Alam VIII sama dengan amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Hanya saja
kata‘Sri Sultan Hamengkubuwono IX’ diganti dengan ‘Sri Paku Alam VIII’ dan
‘Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat’ diganti dengan ‘Negeri Paku Alaman’. Sementara
di Surabaya memasuki bulan September 1945, terjadi gerakan perebutan senjata di
gudang Don Bosco. Rakyat Surabaya juga merebut Markas Pertahanan Jepang di Jawa
Timur, serta pangkalan Angkatan Laut di Ujung sekaligus merebut pabrik-pabrik
yang tersebar di sana.
Orang-orang
Inggris dan Belanda yang sebagian telah datang, langsung berhubungan dengan
Jepang. Mereka menginap di Hotel Yamato atau Hotel Oranye pada zaman Belanda.
Pada tanggal 19 September 1945, seorang bernama Ploegman dibantu kawan-kawannya
mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato. Residen Sudirman
segera memperingatkan agar Ploegman dan kawan-kawannya menurunkan bendera
tersebut. Peringatan itu tidak mendapat tanggapan. Hal ini telah mendorong
kemarahan para pemuda Surabaya.
Para
pemuda Surabaya kemudian menyerbu Hotel Yamato. Beberapa pemuda berhasil
memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Merah Putih Biru, kemudian merobek
bagian warna birunya. Setelah itu, bendera tersebut dikibarkan kembali sebagai
bendera Merah Putih. Dengan berkibamya bendera Merah Putih maka dengan penuh
semangat dan tetap menjaga kewaspadaan, para pemuda itu satu per satu
meninggalkan Hotel Yamato.
Pasca Proklamasi dan Dukungan dari Berbagai Lapisan untuk Kemerdekaan Indonesia
Reviewed by Unknown
on
Maret 29, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: