Ciri-ciri pokok kebijakan pemerintah Orde Baru bidang politik luar
negeri, makalah ciri-ciri pokok kebijakan pemerintahan Orde Baru, ciri-ciri
pokok kebijakan pemerintah Orde Baru bidang ekonomi, ciri ciri pokok kebijakan
pemerintah Orde Baru bidang industri, ppt ciri ciri pokok kebijakan
pemerintahan Orde Baru, ciri-ciri pokok kebijakan pemerintah Orde Baru bidang
pertanian, ciri-ciri pokok kebijakan pemerintah Orde Baru bidang politik dalam
negeri, dan ciri ciri Orde Baru.
Tunggu apalagi, yuk, kita cek langsung artikel atau pembahasan dan penjelasan rincinya tentang Ciri-Ciri Pokok Kebijakan Pemerintahan Orde Baru. Jangan lupa siapkan kopi Anda dan sambil diseruput hehe, selamat membaca.
Ciri Kebijakan Pemerintah ORBA |
Sebagai langkah
awal untuk menciptakan stabilitas nasional, Sidang Umum IV MPRS telah
memutuskan untuk menugaskan Letjen. Soeharto selaku pengemban Surat Perintah 11
Maret 1966 atau Supersemar yang sudah ditingkatkan menjadi Ketetapan
MPRS No. IX/ MPRS untuk membentuk kabinet baru. Kabinet Ampera memiliki tugas
pokok sebagai berikut:
1) Menciptakan stabilitas politik
2) Menciptakan stabilitas ekonomi. Tugas pokok itulah yang disebut
Dwidarma Kabinet Ampera. Program yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut
Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu :
a. Memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan
b. Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti
tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968)
3) Melaksanakan olitik luar negeri yang bebas dan aktif untuk
kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966
4) Melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan
antikolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Kabinet Ampera
dipimpin oleh Presiden Soekarno, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium
Kabinet.
Presidium Kabinet dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Jadi, di sini
terdapat dualisme kepemimpinan dalam Kabinet Ampera. Akibatnya, perjalanan
tugas kabinet kurang lancar yang berarti pula kurang menguntungkan bagi
stabilitas politik. Pada tanggal 22 Februari 1967 dengan penuh
kebijaksanaan, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto
sebagai pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Penyerahan kekuasaan
tersebut merupakan peristiwa sangat penting dalam usaha mengatasi situasi
konflik yang sedang memuncak pada saat itu. Penyerahan itu tertuang dalam
Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20
Februari 1967.
Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966
yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret
1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Jenderal Soeharto selaku
pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 pada tanggal 4 Maret 1967 memberikan
keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRGR mengenai terjadinya penyerahan
kekuasaan. Pemerintah tetap berpendirian bahwa penyelesaian konstitusional
tentang penyerahan kekuasaan tetap perlu dilaksanakan melalui sidang MPRS.
Oleh karena itu, untuk menghindari pertentangan politik yang
berlarut-larut, diadakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7 sampai dengan 12
Maret 1967 di Jakarta yang berhasil mengakhiri konflik politik. Berdasarkan Tap
MPR XXXIII Secara umum, kebijakan pemerintah Orde Baru terdiri atas kebijakan
dalam negeri dan kebijakan luar negeri.
A. Kebijakan Dalam Negeri
Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950–1965 dalam keadaan
kritis. Pemerintah Orde Baru meletakkan landasan yang kuat dalam pelaksanaan
pembangunan melalui tahapan Repelita, keadaan kritis ditandai oleh hal-hal
sebagai berikut :
a. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian
sehingga struktur perekonomian Indonesia lebih condong pada sektor pertanian.
b. Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil pertanian)
menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam dari
Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-rempah dari
Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah dan tidak mampu
mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat yang saat itu belum dapat diproduksi
di dalam negeri.
c. Tingkat investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang
industri, sehingga industri dalam negeri kurang berkembang.
d. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat rendah.
Tahun 1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih rendah dari
pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan Nigeria saat itu.
e. Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah. Di sisi
lain pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam tahun
1950-an).
f. Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.
g. Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada dalam
keadaan yang sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan
sarana ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat karena ulah
kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja ingin mengacaukan
situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.
Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan
ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang
wajar. Dalam mengemban tugas utama tersebut, berbagai kebijaksanaan telah
diambil sebagaimana tertuang dalam program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS
No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi dan usaha
rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan
kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan
apabila laju inflasi telah dapat terkendalikan dan suatu tingkat stabilitas
tercapai, barulah dapat diharapkan pulihnya kegiatan ekonomi yang wajar serta
terbukanya kesempatan bagi peningkatan produksi.
Dengan usaha keras tercapai tingkat perekonomian yang stabil dalam
waktu relatif singkat. Sejak 1 April 1969 pemerintah telah meletakkan landasan
dimungkinkannya gerak tolak pembangunan dengan ditetapkannya Repelita I. Dengan
makin pulihnya situasi ekonomi, pada tahun 1969 bangsa Indonesia mulai
melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama. Berbagai prasarana penting
direhabilitasi serta iklim usaha dan investasi dikembangkan. Pembangunan sektor
pertanian diberi prioritas yang sangat tinggi karena menjadi kunci bagi
pemenuhan kebutuhan pangan rakyat dan sumber kehidupan sebagian besar
masyarakat. Repelita I dapat dilaksanakan dan selesai dengan baik, bahkan
berbagai kegiatan pembangunan dipercepat sehingga dapat diikuti oleh Repelita
selanjutnya.
Perhatian khusus pada sektor terbesar yang bermanfaat menghidupi
rakyat, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian harus dibangun lebih dahulu,
sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian
yang makin tangguh itu kemudian barulah dibangun sektor- sektor lain.
Demikianlah pada tahap-tahap awal pembangunan, secara sadar bangsa Indonesia
memberikan prioritas yang sangat tinggi pada bidang pertanian. Pembangunan yang
dilaksanakan, yaitu membangun berbagai prasarana pertanian, seperti irigasi dan
perhubungan, cara-cara bertani, dan teknologi pertanian yang diajarkan dan
disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Penyediaan
sarana penunjang utama, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik
pupuk.
Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui kredit perbankan.
Pemasaran hasil produksi mereka, kita berikan kepastian melalui kebijakan harga
dasar dan kebijakan stok beras. Strategi yang memprioritaskan pembangunan di
bidang pertanian dan berkat ketekunan serta kerja keras bangsa Indonesia,
khususnya para petani, produksi pangan dapat terus ditingkatkan. Akhirnya, pada
tahun 1984 bangsa Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Hal ini
merupakan titik balik yang sangat penting sebab dalam tahun 1970-an, Indonesia
merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia. Bersamaan dengan itu
tercipta pula lapangan kerja dan sumber mata pencaharian bagi para petani.
Swasembada beras itu sekaligus memperkuat ketahanan nasional di bidang
ekonomi, khususnya pangan. Dengan ditetapkannya Repe- lita I untuk periode
1969/1970– 1973/1974, merupakan awal pembangunan periode 25 tahun pertama (PJP
I tahun 1969/ 1970–1993/1994). Pembangunan dalam periode PJP I dimulai dengan
pelaksanaan Repelita I dengan strategi dasar diarahkan pada pencapaian
stabilisasi nasional (ekonomi dan politik), pertumbuhan ekonomi, serta
menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor
pertanian.
Ditempatkannya stabilitas dan pertumbuhan ekonomi sebagai
strategi dasar dalam Repelita I tersebut dengan pertimbangan untuk melaksanakan
Repelita sesuai dengan tahapan- tahapan yang telah ditentukan (diprioritaskan).
Demikian pula pertimbangan untuk menitikberatkan pembangunan pada sektor
pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian, didasarkan pertimbangan
bahwa Indonesia adalah negara bercorak agraris yang sebagian besar penduduknya
(65%–75%) bermata pencaharian di bidang pertanian (termasuk kehutanan,
perkebunan, perikanan, dan peternakan). Ini berarti sektor pertanian memberi
sumbangan terbesar kepada penerimaan devisa dan lapangan kerja.
Baca Juga: Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde
Baru
Mengingat pula bahwa sektor ini masih memiliki kapasitas lebih
yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, salah satu indikasi yang disimpulkan
dalam Repelita I ini adalah perlunya pengarahan sumber-sumber (resources) ke
sektor pertanian. Secara lebih khusus, hal ini berarti meningkatkan produksi
pangan dan ekspor. Adanya hubungan antarberbagai kegiatan ekonomi
(inter-sectoral) maka pertanian sebagai sektor pemimpin, diharapkan dapat
menarik dan mendorong sektor-sektor lainnya, antara lain sektor industri yang
menunjang sektor pertanian, seperti pabrik pupuk, insektisida serta prasarana
ekonomi lainnya, misalnya sarana angkutan dan jalan.
Kegiatan pembangunan selama Pelita I telah menunjukkan hasil-hasil
yang cukup menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat dari
11,32 juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3%
menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita)
dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat
inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I (1973/1974). Repelita
II untuk periode 1974/1975–1978/1979 dengan strategi dasar diarahkan
pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional, dan
pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan peningkatan
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Setelah Repelita II dilanjutkan dengan Repelita III untuk periode
1979/ 1980–1983/1984, yakni dengan titik berat pembangunan pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri mengolah bahan
baku menjadi bahan jadi. Repelita III dilanjutkan dengan Repelita IV
(1984/1985–1988/1989) dengan titik berat pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian
lainnya.
Pembangunan sektor industri meliputi industri yang menghasilkan
barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan
hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. PJP
I telah diakhiri dengan Repelita V (1989/1990–1993/1994). Tahun 1973, Majelis
Permusyawaratan Rakyat merumuskan dan menetapkan GBHN pertama merupakan
strategi pembangunan nasional.
Penutup, mungkin itu saja yang bisa mimin
tulis semoga bermanfaat, jangan lupa kunjungi juga postingan mimin yang lain ya
gaes, thanks.
Artikel Lainnya:
Surat Perintah 11 Maret sebagai Awal Tonggak Lahirnya Pemerintahan Orde Baru
Peristiwa Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali
Proses Awal Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI
Usaha Mempertahankan Kemerdekaan - Pertempuran 10 November di Surabaya
Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah
Fungsi Belajar Sejarah Beserta Penjelasannya
Strategi Perang Gerilya dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Surat Perintah 11 Maret sebagai Awal Tonggak Lahirnya Pemerintahan Orde Baru
Peristiwa Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali
Proses Awal Terbentuknya Pemerintahan dan NKRI
Usaha Mempertahankan Kemerdekaan - Pertempuran 10 November di Surabaya
Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah
Fungsi Belajar Sejarah Beserta Penjelasannya
Strategi Perang Gerilya dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Ciri-Ciri Pokok Kebijakan Pemerintahan Orde Baru
Reviewed by Unknown
on
April 02, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: