close
Cerpen Cinta Seorang Perempuan - Singkat Bikin Sedih - Kelas Edukasi

Cerpen Cinta Seorang Perempuan - Singkat Bikin Sedih

Selamat datang di website Kelas Eduka tempat untuk mencari informasi dan gudangnya segala referensi. Pada kesempatan kali ini admin akan sedikit berbagi kepada kalian tentang cerpen (cerita pendek). Cerpen merupakan sebuah karya sastra dengan jumlah kata yang sedikit, biasanya kurang dari 10.000 kata atau tidak lebih dari 10 halaman.
Isi cerita yang terkandung dalam cerpen cenderung singkat, berbeda dengan novel yang alur ceritanya lebih panjang dan lebih terstruktur. Cerpen biasanya memaparkan nilai-nilai tentang kehidupan dalam bentuk cerita yang lugas, dapat berupa karangan fiktif atau mengenai sejarah kehidupan seseorang.

Berikut cerpen yang membuat haru dan sangat menarik untuk dibaca bertema ‘PEREMPUAN
Selamat membaca...!

Baca juga: 
Cerpen Cinta

Medio April 1993! Ternyata saat paling buruk buat Chynthia, hari yang teramat mencekam untuk sepanjang hidupnya, dan kalau saja ia bisa melupakan goresan-goresan gila ini, mungkin Chynthia layak bersyukur. Tapi sebagai gadis yang masih kuat daya ingatnya, peristiwa itu seakan sengaja mengusik benak dan luang-luang waktu, padahal ia telah berupaya sesibuk mungkin, menepis kelelahan fisik, atau ngobrol seharian bersama teman-teman di sekolah. Chynthia masih juga trauma, Cuma air mata yang sanggup meringankan beban hatinya.

Apalagi bila ia memandang foto Anton, pria yang teramat ia cintai, lelaki dengan rangkaian kebaikan di lubuk hatinya, namun kepergian Anton untuk tak kembali seminggu lalu, merupakan kenyataan yang membuat Chynthia hilang keseimbangan sebagai gadis berintelegensi jempolan di sekolahnya, lupa kalau ia juara kelas dua tahun berturut-turut. 

Kini Chynthia masih membaringkan diri di atas ranjang empuknya, sambil tetap memandangi foto Anton yang berukuran 10 R. ia menjadi ingat masa-masa manis bersamanya, masih jelas terlintas tatkala bercanda-ria di sepanjang pantai Carita, nonton sirkus di lapangan Banteng, menggoda monyet-monyet di Ragunan, ikut lomba mancing di Ancol, atau ketika keduanya terperangkap kabut belerang di lereng Tangkubanperahu. Semua kenangan itu kembali menghangat, menembus tirai rindu. 

Chynthia tersenyum. 
Dan ya! Di mata Chynthia terlihat jelas Anton pun ikut tersenyum, memanggil-manggil namanya. Di telinga Chynthia terdengar jelas suara Anton mengucapkan sesuatu, Chynthia makin lebar tersenyum. Dalam kondisi begitu, ia membuang perhitungan rasional maka diturutinya apa-apa yang ia lihat, ia dengar dari foto yang sedang dipegangnya. Chynthia merasa masih normal, menjauhi perasaan bersalah hanya karena ia berbicara dengan foto itu.

“Kau jangan terus-terusan bersedih, Thia!” 
“Tapi kau terlalu cepat meninggalkanku...” 
“Kau harus merelakan.” 
“Entahlah!” 
“Aku di sini cukup sejuk, Thia. Berlakulah adil pada dirimu.” 
“Semua karena perempuan sialan itu, aku masih membencinya!” 

“Lupakanlah!”

“Ia telah memisahkan kau dariku, ia telah melakukan perbuatan biadabnya padamu, dan kau diam saja dan kau akhirnya meninggal dalam dekapanku di saat puncak pesta ulangtahunmu. Anton, apakah aku bersalah?”

Chynthia menangis dengan dada hampir meledak, air matanya menetesi foto itu. Ia seakan berada di alam yang berbeda, sebuah ruang penuh temali yang menjuntai, di penuhi balok-balok simpang siur di tiap pojoknya. Chynthia mendekapkan foto itu ke dadanya. Ia seperti seorang ibu yang memanjakan anaknya. Ia kini terisak-isak sambil berusaha menguasai diri.

“Kau agaknya melupakan faktor takdir, Thia!”
“Tapi perempuan itu terlalu kejam, iblis dia!”
“Jaga emosimu.”
“Tidak, bahkan pisau lipat yang digunakan seminggu lalu itu masih kau simpan. Aku harus mengembalikan kepada perempuan keparat itu, tepat di lehernya!”

“Jangan! Kalau kau melakukan niatmu, apa bedanya kau dengan dia? Bila ia memang perempuan keparat, sialan atau biadab, apakah kau juga mau seperti itu? Berpikir sehatlah engkau, Thia.”

“Aku tak bisa berdiam diri, tak mampu memanfaatkannya Anton.”

“Cuma kau tak ingin melihat kenyataan lain, bahwa ia menjadi gila karena perbuatannya. Kini ia menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa di kelas paling kritis, terikat kedua kaki dan tangannya, meronta sambil berteriak mengeluarkan penyesalannya setinggi langit. Itulah hukum dunia buatnya, dan itukah yang ingin kau ikuti?”

“Tapi aku menyintaimu, Anton. Tetap menyintaimu sampai kapanpun.”    

“Terima kasih. Namun ingatlah, dunia kita telah berbeda, kuharap kau maklum dengan maksudku.”

“Aku tak bisa jatuh cinta lagi pada lain pria, membingungkan!”
“Kau masih perlu istirahat akibat goncangan-goncangan seminggu ini dan kau masih punya banyak waktu.”

“Aku bukan pelacur!”
“Memang bukan, lebih dari itu kau pun bukan calon pembunuh.”
“Anton, Roswita kudengar punya adik kembar, siapa namanya?”
“Roswita. Pelajar SMA Kecubungputih, ada apa dengan dia?”
“Aku harus menemuinya.”
Chynthia katakan dulu padaku, ada urusan apa kau dengan Roswita, katakanlah.”

“Aku hanya ingin bertemu.”
“Cuma itu?”
“Ingin mengembalikan pisau milik kakaknya.”
“Ke lehernya?”
“Ya!”
Chynthia! Harus berapa kali lagu lama kau ulangi lagi, jangan lakukan itu! Apalagi pada orang yang tak tahu persoalannya! Apakah kau telah menjadi budak iblis? Mudah diperdaya angkara dari dendam kesumatmu? Jangan bodoh!”

“Biarin.”
“Andai saja kau tahu betapa dahsyat dosa orang membunuh, kau akan sadar. Tuhan sangat mengutuk mereka-mereka yang telah melakukannya, siksa dan azab-Nya teramat menggidikkan, Chynthia.”

“Biarin.”
“Bila kau tetap melakukannya, lupakanlah tentang diriku, karena kau telah memancing kebencian. Kau sudah dirasuki berbagai hasutan setan-setan laknat, kau bukan lagi kekasihku, kau kiranya cuma sesosok perempuan yang sunggguh mengecewakan, palsu dalam bertutur cinta. Huh!”

“Biarin.”
Chynthia! Ternyata kau hanya pelacur murahan gadis cakep tapi goblok! Berpikiran kerdil yang memalukan! Aku betul-betul muak!”


Tiba-tiba dara itu bangkit, dengan sekuat tenaganya foto itu dibanting keras-keras di lantai, otomatis saja kaca-kaca beterbangan dalam serpihan kecil, muncrat ke segenap arah, figura dari bahan kayu itupun patah-patah. “Dasar lelaki pengecut, tak pernah paham perasaan cinta orang,” gerutu Chynthia, matanya mulai memerah garang.

Langit-langit kamar masih memantulkan caci-maki Anton, dan gadis itu mulai mencari-cari pisau lipat yang tempo hari yang ia simpan di laci meja belajarnya, tetapi karena laci itu penuh pula dengan kertas dan peralatan menulis maupun menggambar, maka Chynthia melempar segala yang ditemuinya, ia cuma mencari pisau lipat! Pisau yang masih menyisakan beberapa tetes darah Anton yang mengering.

Chynthia tersenyum.
Namun betapa mengerikan, ia menyeringai! Memandang foto Anton di tumpukan pecahan kaca, lalu ia membuang wajahnya ke luar jendela, langit cerah. Pisau itu kini sudah di tangannya yang sedang ia timang-timang. Mulailah Chynthia menyusun siasat terkutuk, melakukan vendeta menurut versinya, entahlah sudah berapa kali gadis ini ringai penuh kesan sadis, perempuan yang telah terjajah raja-raja setan dari alam kegelapan.

“Anton, aku tetap bersikeras ingin mengembalikan pisau ini, benda yang secara kurangajar memporak-porandakan malam kita yang syahdu, benda kecil tapi mampu mengubah kehidupan kita secara besar-besaran.”

Tak ada sahutan kembali, kamar itu sepi. Chynthia tampak seperti menanti jawaban, namun sepi dan sepi.

“Anton, apakah kau marah? Hanya karena aku kasar seperti itu? Atau lantaran aku membangkang? Anton, bicaralah padaku seperti obrolan kita tadi, aku masih perlu bincang-bincang kendati aku tak suka kau larang.” S-u-n-y-i.

Akhirnya perempuan itu jadi malu sendiri tanpa mempedulikan kamarnya yang masih acak-acakan, ia menyambar tas serbagunanya. Ia harus menemui Roswati yang sebentar lagi bubaran sekolah, kebetulan pula Chynthia tahu lokasi SMA Kecubungputih di Sawah Timur itu, apalagi ia masih punya waktu lima puluh menit ke sana mudah-mudahan usahanya berhasil, mudah-mudahan ia akan banjir darah. Begitulah tiupan-tiupan iblis yang menyertai langkah Chynthia.

Kasihan, Chynthia jadi gadis keras kepala.
Ia mulai dihinggapi keangkaraan membabi-buta.
Menjadi perempuan berjiwa comberan.
Sudah sintingkah ia?

“Biarlah apapun kata orang atas perbuatanku ini, yang penting sakit hatiku bisa terbalaskan,” gumam Chynthia.

Maka dengan pemikiran biadab yang berbau darah, ia pun melangkah agak tergesa-gesa memenuhi rayuan sesat iblis yang mencampuradukkan antara cinta, dosa dan pengorbanan semu. Gadis ini tampaknya sudah kehilangan kontrol dari berbagai etika. Ia terlalu larut dalam racun emosional dan duniawi, ia juga seakan menjadi begitu tolol melihat kenyataan.

Padahal Chynthia punya latarbelakang lumayan fanatik soal agama, keluarganya begitu ketat dalam menanamkan dasar-dasar mental, moral dan pekerti, apalagi kedua paman dari pihak ibunya sudah kesohor sebagai guru paling kharismatik di kampung Bojong Wetan. Dengan pertimbangan itu pula, lalu kedua orang tuanya tidak keberatan, ketika Chynthia minta diizinkan meneruskan sekolahnya di daerah Ciawi ini menempati sebuah rumah kost yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah, kira-kira satu setengah kilometer saja.

Chynthia memang cuma sekedar seorang manusia.Mudah alpa.
Gampang lupa.
Cepat khilaf.
Tapi rencana yang bakal dikerjakannya tersebut betul-betul hal yang sangat luarbiasa, niat paling jorok bagi tiap insan di mana pun. Jenis kejahatan tertua yang telah terjadi di masa Nabi Adam Alahissalam, lewat kasus Habil dan Kabil yang menggemparkan.

Kini Chynthia sudah berdiri di depan pintu dan sekali lagi tersenyum setengah hati berusaha mementapkan diri sebelum membuka pintu untuk segera mengejar waktu agar tak ketinggalan langkah dengan Roswati, namun.... begitu Chynthia membuka pintu dua langkah dari situ, berdiri seorang dara manis, yang wajahnya mengingatkan pada peristiwa teramat mencekam dalam kehidupan Chynthia.

“Kau! Pembunuh laknat! Terimalah pembalasanku!” teriak Chynthia dengan tubuh nyaris menggigil, karena dirasuki kebencian dan kemurkaan. Ia bergegas merogoh tasnya, hendak mengambil sesuatu.

“Tunggu, biar kujelaskan atas nama kakakku!” timpal gadis itu.
“Ou, jadi kau ini kiranya Roswati, apa maumu sekarang, heh?” bentak Chynthia di tangannya terhunus sebilah pisau.

“Hutang darah sudah dibayar! Kau tak perlu lagi melakukannya, kakakku telah meninggal dengan cara bunuh diri ia makin parah dalam penyesalannya. Hidup antara dua pilihan yang sama-sama begitu kering, dikejar bayangan dosa atas perbuatannya lantaran motivasi cemburu dan sakit hati. Kau mungkin tahu, almarhum Anton adalah bekas pacar kakakku selama hampir empat tahun, perpisahan antar mereka tampaknya melukai jiwa kakakku, ia menjadi apatis, malah terlibat lesbian stadium ringan, mudah marah dan menyimpan dendam. Ketika keduanya bertemu di pesta ulang tahun tempo hari, kakakku mengambil kesempatan yang sudah direncanakan selama berbulan-bulan. Kini keduanya sudah sama-sama meninggal, apakah engkau masih mau melanjutkan persoalan ini?”

Chynthia terdiam.
Ia menunduk, pisau di tangannya terlepas jatuh. Ada isak di sana, dada yang menggemuruh dan lunglai semua persendian Chynthia. Kemudian ia mencoba menengadah, sayup-sayup terdengar sederetan doa, bertobat atas niat terkutuknya.

Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullah
Laa haula walaa quwwata illabillah.
Inna lillahi wa’innailaihi  roji’un.


Mungkin itu saja, terima kasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat dan dapat menghibur sobat-sobat semua. Jangan lupa kunjungi artikel lainnya, masih banyak artikel yang bagus dan penuh manfaat serta menghibur di kelaseduka.com.


Baca juga: 

1. Cerpen Persahabatan Singkat Yang Membuat Terharu
2. 35 Contoh Kata kata Mutiara Tentang Cinta dan Nasehat Singkat
3. Definisi Sel Darah Merah, Sel Darah Putih, Keping Darah, & Plasma Darah 
4. 10+ Puisi Cinta Pendek Menyentuh Hati Penuh Makna
Cerpen Cinta Seorang Perempuan - Singkat Bikin Sedih Cerpen Cinta Seorang Perempuan - Singkat Bikin Sedih Reviewed by Ahmad Sobri on Oktober 20, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.