Sejarah singkat terbentuknya TNI. Sejarah TNI pdf. Cikal
bakal Tentara Nasional Indonesia adalah? Latar
belakang lahirnya TNI. Tentara Republik Indonesia. Jelaskan alasan pemerintah Indonesia tidak
membentuk tentara pada awal kemerdekaan! Tentara
Keamanan Rakyat. Dan sejarah TNI AD. Nah,
itulah di antara judul artikel yang banyak di cari oleh para netizen. Ok
langsung saja yuk, kita bahas satu persatu bagaimana Proses PembentukanTentara Nasional Indonesia (TNI) di Masa Awal NKRI. Berikut ini pembahasan lengkapnya,
selamat membaca!
Proses Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Masa Awal NKRI |
Idealnya
sebuah negara dengan wilayahnya yang demikian luas, diperlukan sebuah lembaga
pertahanan yang berguna sebagai penjaga keutuhan negara itu sendiri, terlebih
pada NKRI yang baru saja terbentuk. Tentara mutlak diperlukan sebagai benteng
pertahanan. Sebelum lembaga pertahanan negara terbentuk, beberapa tahapan atau
proses perlu untuk dilakukan. Hal tersebut dianggap perlu untuk dilakukan demi
terwujud sebuah lembaga mutlak yang bergerak dalam urusan pertahanan negara.
Proses terbentuknya tentara keamanan rakyat hingga sampai pada tahap akhir
yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI) ialah sebagai berikut :
1. Badan Keamanan Rakyat
Beberapa
minggu setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Sukarno masih bersikap
hati-hati. Hal ini berkaitan dengan sikap Jepang yang tidak senang kalau
terjadi perubahan status quo (dari negara jajahan menjadi negara merdeka),
apalagi sampai memiliki tentara. Sejak Jepang menyerah kepada Sekutu, Jepang
harus menjaga Indonesia agar jangan sampai terjadi perubahan sampai Sekutu tiba
di Indonesia. Oleh karena takut kepada pemerintah Sekutu, maka Jepang bersikap
keras kepada Indonesia. Sikap keras dan ketidaksenangan Jepang terhadap
Indonesia, misalnya melucuti persenjataan dan sekaligus membubarkan Peta pada
tanggal 18 Agustus 1945. Jepang khawatir Peta akan menjelma menjadi tentara
Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Sukarno bersikap lebih hati-hati, agar
Republik Indonesia tetap dapat berlangsung.
Sikap
Sukarno yang demikian itu tidak disenangi oleh para pemuda yang lebih bersifat
revolusioner. Oleh karena itu, para pemuda memelopori pembentukan badan-badan
perjuangan. Sampai akhir bulan Agustus 1945, sikap hati-hati Sukarno masih
tetap dipertahankan. Hal ini terbukti pada waktu diadakan sidang PPKI tanggal
22 Agustus 1945. Untuk menghadapi situasi dalam sidang itu diputuskan, untuk
pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat). BKR merupakan bagian dari BPKKP (Badan
Penolong Keluarga Korban Perang). Tujuan dibentuknya BKR untuk memelihara
keselamatan masyarakat dan keamanan di berbagai wilayah. Oleh karena itu, BKR
juga dibentuk di berbagai daerah, namun harus diingat bahwa BKR bukan tentara.
Jadi, sampai akhir bulan Agustus 1945, Indonesia belum memiliki tentara.
Setelah
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pada
saat itu Indonesia belum mempunyai tentara kebangsaan. Sementara itu, tentara
PETA tidak dapat langsung dijadikan sebagai tentara Indonesia karena saat itu
Indonesia masih dalam status quo hingga kedatangan sekutu di Indonesia.
Kemudian pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
yang diketuai oleh Oto Iskandar Dinata
merencanakan untuk membentuk susunan pembagian sebagian wilayah,
kepolisian negara, tentara kebangsaan dan perekonomian. PPKI mengusulkan, bahwa
rencana bela negara dari BPUPKI yang mengandung politik perang tidak dapat
diterima dan Tentara PETA di Jawa dan
Bali serta Giyugun di Sumatera harus dibubarkan karena bentukan Jepang.
Untuk
itulah Presiden Sukarno memanggil kalangan militer yang cakap untuk membentuk
tentara kebangsaan yang kokoh. Otto Iskandar kemudian dibantu oleh dua tentara
Peta, Kasman Singodimejo dan Abdul Kadir, untuk membentuk tentara kebangsaan.
Abdul Kadir kemudian ditunjuk untuk menjadi ketua panitia khusus itu.
Pada
tanggal 19 Agustus di luar parlemen itu, para pemuda yang dipimpin oleh Adam
Malik mengadakan rapat di Prapatan 10. Hadir pula Kasman, Ki Hajar Dewantoro
dan Sutan Sjahrir. Pada saat itu Presiden dan Wakil Presiden dipaksa untuk
hadir, karena para pemuda ingin mengajukan tuntutan, yaitu lahirnya Tentara
Republik Indonesia yang berasal dari bekas tentara PETA. Setelah melalui proses panjang, pada tanggal
22 Agustus 1945, PPKI mengadakan rapat paripurna yang menghasilkan tiga hal
yaitu, tentang Komite Nasional, Partai Nasional, dan Badan Keamanan Rakyat
(BKR).
Pembentukan
BKR ini menimbulkan pro dan kontra di
kalangan pemuda, para pemuda yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah
dalam pembentukan BKR itu, kemudian membentuk badan-badan perjuangan.
Badan-badan perjuangan atau juga dikenal
dengan laskar yaitu suatu organisasi perjuangan, yang tidak memiliki senjata,
kurang disiplin, dan tidak memiliki pemimpin yang berpengalaman.
Demikian
pula pemuda Sukarni dan Adam Malik membentuk Komite van Aksi yang dimaksudkan
sebagai gerakan yang bertugas dalam pelucutan senjata terhadap serdadu Jepang
dan merebut kantor-kantor yang masih diduduki Jepang. Munculnya Komite van Aksi
kemudian disusul dengan lahirnya berbagai badan perjuangan lainnya di bawah
Komite van Aksi seperti API (Angkatan Pemuda Indonesia), BARA (Barisan Rakyat
Indonesia) dan BBI (Barisan Buruh Indonesia).
Di
berbagai daerah kemudian juga berkembang badan-badan perjuangan. Di Surabaya
muncul BBI pada tanggal 21 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945,
dibentuk Angkatan Muda oleh Sumarsono dan Ruslan Wijayasastra. Kedua tokoh ini
kemudian membentuk PRI (Pemuda Republik Indonesia) bersama Bung Tomo pada
tanggal 23 September.
Demikian
halnya yang terjadi di Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang, di sana juga muncul
berbagai badan perjuangan. Misalnya, Angkatan Muda dan Pemuda di Semarang,
Angkatan Muda di Surakarta, Angkatan Muda Pegawai Kesultanan atau dikenal Pekik
(Pemuda Kita Kesultanan) di Yogyakarta. Di Bandung berdiri Persatuan Pemuda
Pelajar Indonesia yang kemudian lebih dikenal dengan PRI (Pemuda Republik
Indonesia).
Selain
itu juga muncul Barisan Banteng, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia). BPRI
(Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia), dan juga muncul Hizbullah-
Sabilillah. Bahkan orang-orang luar Jawa yang berada di Jawa membentuk badan
perjuangan seperti KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan PIM (Pemuda
Indonesia Maluku). Kemudian, muncul pula badan-badan perjuangan yang lebih
bersifat khusus, misalnya TP (Tentara Pelajar), TGP (Tentara Genie Pelajar),
dan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Selanjutnya berkembang pula
kelaskaran. Badan-badan perjuangan juga berkembang di luar Jawa, antara lain
sebagai berikut :
a. Di Aceh
terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Syamaun Gaharu dan
BPI (Barisan Pemuda Indonesia) kemudian menjadi PRI (Pemuda Republik Indonesia)
yang dipimpin oleh A. Hasyim
b. Di
Sumatera Utara terdapat Pemuda Republik Andalas
c. Di
Sumatera Barat terdapat Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas
Barat
d. Di
Lampung terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Pangeran
Emir Mohammad Noor
e. Di
Bengkulu terdapat PRI (Pemuda Republik Indonesia) dipimpin oleh Nawawi Manaf
f. Di
Kalimantan Barat terdapat PPRI (Pemuda Penyongsong Republik Indonesia).
Tokoh-tokohnya, antara lain Musani Rani dan Jayadi Saman
g. Di Kalimantan Selatan terdapat PRI (Persatuan
Rakyat Indonesia) yang dipimpin oleh Rusbandi
h. Di
Bali terdapat AMI (Angkatan Muda Indonesia) dan PRI (Pemuda Republik
Indonesia)
i. Di Sulawesi Selatan terdapat PPNI (Pusat
Pemuda Nasional Indonesia) yang dipimpin oleh Manai Sophian, AMRI (Angkatan
Muda Republik Indonesia), Pemuda Merah Putih, dan Penunjang Republik Indonesia.
Dengan
munculnya badan-badan perjuangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di
seluruh tanah air telah siap menggelorakan revolusi untuk membersihkan kekuatan
Jepang dari Indonesia.
2. Tentara Keamanan Rakyat
Sampai
akhir bulan September 1945, ternyata Indonesia belum memiliki kesatuan dan
organisasi ketentaraan secara resmi dan profesional. Presiden Sukarno dan Wakil
Presiden Moh.Hatta belum membentuk kesatuan tentara. Hal ini tampaknya sangat
terpengaruh oleh sikap serta strategi politik yang cenderung pada usaha
diplomasi. BKR hanya diprogram untuk menjaga keselamatan dan keamanan
masyarakat di daerah masing-masing. BKR kemudian menghimpun bekas-bekas anggota
Peta, Heiho, Seinendan, dan lain-lain. BKR bukan merupakan kekuatan bersenjata
yang bersifat nasional. Para pemuda belum puas dengan keberadaan BKR. Oleh
karena itu, badan- badan perjuangan terus mengadakan perlawanan terhadap
kekuatan Jepang.
Angkatan
Perang Inggris yang tergabung dalam SEAC ( South East Asian Command ) mendarat
di Jakarta pada tanggal 16 September 1945. Pasukan ini dipimpin Laksamana Muda
Lord Louis Mountbatten yang mendesak pihak Jepang untuk mempertahankan status
quo di Indonesia. Indonesia masih dipandang sebagai daerah jajahan seperti pada
masa-masa sebelum 17 Agustus 1945. Dengan demikian, maka Jepang semakin keras
dan berani untuk tetap mempertahankan diri dan melawan gerakan para pemuda yang
sedang melakukan usaha perlucutan senjata dan perebutan kekuasaan.
Pada
tanggal 29 September 1945, mendarat lagi tentara Inggris yang dipimpin oleh
Letnan Jenderal Sir Philip Christison, panglima dari AFNEI ( Allied Forces
Netherlands East Indies ). Kedatangan tentara AFNEI ternyata diboncengi oleh
tentara Belanda yang disebut NICA ( Netherlands India Civil Administration ).
Hal ini menimbulkan kemarahan bagi bangsa Indonesia. Akhirnya, timbul berbagai
insiden dan perlawanan terhadap kekuatan asing, terutama terhadap Belanda.
Dengan
demikian ancaman dari kekuatan asing semakin besar. Para pemimpin negara
menyadari bahwa sulit mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa suatu tentara
atau angkatan perang. Sehubungan dengan itu, maka pemerintah memanggil bekas
mayor KNIL, Urip Sumoharjo dan ditugasi untuk membentuk tentara kebangsaan.
Urip Sumoharjo sejak zaman Belanda sudah memiliki pengalaman di bidang
kemiliteran. la termasuk lulusan pertama dari Sekolah Perwira di Meester
Cornelis yang didirikan Belanda.
Kemudian,
dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945 tentang
pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Adapun maklumat itu berbunyi sebagai
berikut. Urip
Sumoharjo diangkat sebagai Kepala Staf TKR. Sehari kemudian pemerintah
mengeluarkan maklumat yang isinya mengangkat Supriyadi (bekas komandan Peta)
sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 9 Oktober 1945, KNIP
mengeluarkan perintah mobilisasi bagi bekas-bekas tentara, Peta, KNIL (
koninklijk Nederlands Indisch Leger ), Heiho dan laskar-laskar yang ada untuk
bergabung menjadi satu ke dalam TKR. Sementara itu, kesatuan aksi atau
badan-badan perjuangan para pemuda yang bersifat setengah militer atau setengah
organisasi politik (laskar-laskar) masih tetap diizinkan beroperasi apabila
tidak ingin bergabung ke dalam TKR.
Personalia
pimpinan TKR ternyata belum mantap. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak
munculnya tokoh Supriyadi. Supriyadi hilang secara misterius sejak berakhirnya
pemberontakan Peta di Blitar pada Februari 1945. Oleh karena itu, pada tanggal
20 Oktober 1945 diumumkan kembali pengangkatan pejabat-pejabat pimpinan di
lingkungan TKR.
Susunan
pimpinan TKR yang baru ialah Menteri Keamanan Rakyat ad interim Muhamad
Suryoadikusumo, Pimpinan Tertinggi TKR Supriyadi, dan Kepala Staf Umum TKR Urip
Sumoharjo. Untuk
memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan suatu Tentara Keamanan Rakyat.
Ternyata, Supriyadi tidak kunjung datang. Oleh karena itu, secara operasional
kepemimpinan yang aktif dalam TKR adalah Urip Sumoharjo. Ia memilih Markas
Besar TKR di Yogyakarta dan membagi TKR dalam 16 divisi. Seluruh Jawa dan
Madura dibagi dalam 10 divisi dan Sumatera dibagi menjadi 6 divisi.
Mengingat
Supriyadi tidak pernah muncul, maka atas prakarsa Markas Tertinggi TKR, pada
tanggal 12 November 1945, diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru.
Dalam rapat pemilihan itu dihadiri oleh para Komandan Divisi, Sri Sultan
Hamengkubuwana IX, dan Sri Mangkunegoro X. Rapat dipimpin oleh Urip Sumoharjo.
Dalam rapat itu disepakati untuk mengangkat Kolonel Sudirman, Panglima Divisi V
Banyumas sebagai Panglima Besar TKR dan sebagai Kepala Staf, disepakati
mengangkat Urip Sumoharjo. Namun pengangkatan dan pelantikan Kolonel Sudirman
baru dilaksanakan pada tanggal 18 Desember1945, setelah pertempuran Ambarawa
selesai. Setelah pertempuran itu selesai, pangkat Sudirman menjadi Jenderal dan
Urip Sumoharjo menjadi Letnan Jenderal.
3. Dari TKR, TRI, ke TNI
Sejarah
ketentaraan Indonesia terus mengalami perubahan pada masa awal kemerdekaan. TKR
dengan sebutan keamanan rakyat, dinilai hanya merupakan kesatuan yang menjaga
keamanan rakyat yang belum menunjukkan sebagai suatu kesatuan angkatan
bersenjata yang mampu melawan musuh dengan perang bersenjata. Jenderal Sudirman
ingin meninjau susunan dan tata kerja TKR. Kemudian atas prakarsa Markas
Tertinggi TKR, pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946
tanggal 1 Januari 1946. Isi dari Penetapan Pemerintah itu adalah mengubah nama
Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.
Kementerian
Keamanan Rakyat diubah menjadi Kementerian Pertahanan. Belum genap satu bulan,
sebutan Tentara Keselamatan Rakyat diganti dengan TRI (Tentara Republik
Indonesia). Hal ini berdasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 26 Januari
1946. Di dalam maklumat itu ditegaskan bahwa TRI merupakan tentara rakyat,
tentara kebangsaan, atau tentara nasional. Namun dalam maklumat itu tidak
menyinggung tentang kedudukan badan-badan perjuangan atau kelaskaran di luar
TKR.
Di
dalam Lingkungan Markas Tertinggi, TRI kemudian disempurnakan dengan
dibentuknya TRI Angkatan Laut yang kemudian dikenal dengan ALRI (Angkalan Laut
Republik Indonesia) dan TRI Angkatan Udara yang dikenal dengan AURI (Angkalan
Udara Republik Indonesia). Pada
saat situasi negara semakin genting. Aksi-aksi pihak tentara Belanda semakin
mengancam kehidupan dan kelangsungan Republik Indonesia. Untuk menghadapi
situasi yang semakin membahayakan ini, maka diperlukan kekuatan tentara yang
kompak dan bersatu padu. Sementara dalam kenyataannya, Indonesia masih
menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan kekuatan bersenjata kita. Di samping
tentara resmi TRI, ALRI, dan AURI, masih ada laskar-laskar. Pada umumnya
kesatuan kelaskaran lebih condong kepada induk partainya yang seideologi dan
belum tentu searah dengan perjuangan para tentara yang tergabung dalam TRI.
Jelas ini akan memperlemah perjuangan bangsa dalam menghadapi aksi-aksi kaum
Belanda.
Sehubungan
dengan kenyataan itu maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden mengeluarkan dekrit
yang berisi tentang pembentukan panitia yang disebut Panitia Pembentukan
Organisasi Tentara Nasional. Panitia itu dipimpin sendiri oleh Presiden
Sukarno. Setelah
panitia itu bekerja, akhirnya keluar Penetapan Presiden tentang pembentukan
organisasi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Mulai tanggal 3 Juni 1947, secara
resmi telah diakui berdirinya TNI sebagai penyempurnaan dari TRI. Segenap
anggota angkatan perang yang tergabung dalam TRI dan anggota kelaskaran
dimasukkan ke dalam TNI. Dalam organisasi ini telah dimiliki TNI Angkatan Darat
(TNI AD), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Udara (TNI AU). Semua
itu terkenal dengan sebutan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Saat
ini Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali bernama Tentara Nasional
Indonesia.
Penutup. Mungkin itu saja dari mimin seputar Proses Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Masa Awal NKRI, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan referensi dalam mencari wawasan berkenaan sejarah Indonesia di masa lampau. jangan lupa kunjungi terus artikel mimin ya gaes hehe, terima kasih.
Artikel terkait:
· Usaha Mempertahankan Kemerdekaan - Pertempuran 10 November diSurabaya
Proses Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Masa Awal NKRI
Reviewed by Unknown
on
Maret 30, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: