Peta konsep perkembangan politik setelah 21 mei 1998? Jelaskan
perkembangan politik setelah 21 mei 1998! Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998?
Kondisi ekonomi setelah 21 mei
1998?
Soal perkembangan politik
setelah 21 mei 1998? Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di berbagai daerah
sejak reformasi? Kondisi sosial dan ekonomi pada masa reformasi?
Bagaimana kondisi sosial di Indonesia pasca reformasi? Apakah pertanyaan
di atas sama dengan apa yang sobat-sobat cari?
Udah gak sabarkan? Tunggu apalagi. Yuk, kita cek langsung artikel atau pembahasan dan penjelasan lengkapnya. Siapkan kopi sobat semua dan jangan lupa sambil diseruput hehe, selamat
menikmati dan selamat membaca.
Kondisi Sosial dan Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998 |
Kondisi
Sosial dan Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998 - Perubahan politik di
Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah
Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie
telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di
dalam Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indone- sia. Melalui perundingan
yang disponsori oleh PBB, di New York, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999
ditandatangani kesepakatan tripartit antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk
melakukan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur.
PBB
kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance
Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat.
Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti
oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat
diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999. Hasil
jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima
otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi khusus yang ditawarkan
pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia.
Baca Juga: KondisiEkonomi dan Politik Sebelum Reformasi
Ketetapan
MPR No. V/MPR/ 1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan
mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasil jajak
pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak otonomi khusus. Pengalaman
lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada
terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi
terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan memberi otonomi
khusus pada dua daerah tersebut. Untuk lebih memberi perhatian dan semangat
pada penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid nama
Irian Jaya diganti menjadi Papua.
Pemerintah
pusat juga memberi otonomi khusus pada wilayah Papua. Dengan demikian,
pemerintah telah berusaha merespon sebagian keinginan warga Papua untuk dapat
lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kesejahteraan rakyat Papua sendiri.
Meskipun begitu, masih saja terjadi usaha untuk memisahkan diri dari NKRI,
terutama yang dipimpin oleh Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan Papua.
Gerakan Papua Merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas tertembak pada
tanggal 11 November 2001 yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum TNI dari
Satgas Tribuana X. Penyelesaian konflik seperti itu sebenarnya tidak
dikehendaki pemerintah, namun ada saja oknum yang memancing di air keruh
sehingga menimbulkan ketegangan.
Keinginan
sebagian rakyat untuk merdeka telah menyebabkan pemerintah bertindak keras. Apalagi
setelah pengalaman Timor Timur dan pemberian otonomi khusus pada rakyat tidak
memberikan hasil maksimal. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati
Sukarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi khusus dengan nama Nanggroe Aceh
Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian
rakyat Aceh. Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yaitu
ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan,
seperti penghadangan dan perampokan truk-truk pembawa kebutuhan rakyat, serta
terjadinya penculikan dan pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia.
Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR,
akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh.
Hukum
darurat militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung Gerakan Aceh Merdeka
ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan warga
sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai. Gejolak politik di era
reformasi juga ditandai dengan banyaknya teror bom di Indonesia. Teror bom
terbesar terjadi di sebuah tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali yang menewaskan
ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat
memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu lalu.
Keadaan
yang tidak aman dan banyaknya teror bom memperburuk citra Indonesia di mata
internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di
Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut
diperparah dengan tidak ditegakkannya hukum dan hak asasi manusia (HAM)
sebagaimana mestinya. Berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM terutama yang
menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah
terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya
pada penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan negara sejak
Soeharto tidak menjadi Presiden RI.
Sebagai penutup. Demikianlah,
mungkin yang bisa mimin share pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat, jangan lupa kunjungi juga postingan
mimin yang lain ya gaes, terima kasih.
Artikel terkait:
Kondisi Sosial dan Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998
Reviewed by Unknown
on
April 01, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: